Lihat ke Halaman Asli

Pricilya

Beyond Imagination

Polemik Hagia Sophia, Rencana Konversi Hingga Penolakan

Diperbarui: 3 Juli 2020   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hagia Sophia merupakan bangunan  milik kekaisaran terbesar Romawi  Bizantium, yang dijadikan sebagai katedral dengan gaya desain interior mewah, hingga Perang Konstantinopel tahun 1453 terjadi .

Tahun 1453 Turki Utsmani berhasil menaklukan Konstantinopel dan merebut Hagia Sophia  di bawah pimpinan Sultan Mehmed II atau Muhammad Al Fatih. Perang yang memakan jutaan korban tersebut merupakan salah satu polemik dan perpecahan luar biasa dalam sejarah.

Bangunan Hagia Sophia dijadikan masjid pada masa Turki Utsmani dan  diubah menjadi namanya menjadi Aya Sophia. Bangunan ini tetap bertahan sebagai masjid hingga tahun 1931 M. Berbagai alasan yang dipertimbangkan, pemerintah Republik Turki membuka kembali Hagia Sophia sebagai museum empat tahun setelahnya pada  1 Februari 1935. Pengubahan masjid menjadi museum terjadi pada masa pemerintahan otoriter Mustafa kemal Ataturk 1934. 

Polemik Status Bangunan

Polemik yang berkepanjangan diakibatkan status yang dimiliki bangunan Hagia Sophia. Masyarakat mendukung pengubahan status Hagia Sophia agar kembali menjadi tempat peribadatan umat Muslim. Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam kesempatan wawancara beberapa waktu lalu juga mendukung sepenuhnya pengubahan tersebut.

Berita terbaru menyebutkan bahwa Kamis (02/07/2020), pengadilan tertinggi Turki bersidang untuk memutuskan status Hagia Sophia setelah petisi oleh asosiasi swasta untuk memeriksa validitas dekrit Mustafa kemal Ataturk 1934 yang mengubahnya menjadi museum. Meski begitu, Dewan Negara akan membahas lebih lanjut dan memutuskan keputusannya beberapa hari ke depan.

Penolakan

Berbagai aksi penolakan pengubahan status tersebut digaungkan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (Mike Pompeo) dan Yunani. Hal yang mendasari penolakan tersebut bahwa Hagia Sophia merupakan warisan dunia UNESCO, sudah sepatutnya semua kalangan dapat mengaksesnya. Perubahan yang terjadi mampu mengakibatkan konflik internal kaum minoritas Turki sekaligus mengurangi angka warisan dunia UNESCO.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline