Lihat ke Halaman Asli

Sedimentasi di Estuari, Bahaya?

Diperbarui: 10 November 2018   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://coast.noaa.go

The river fell in love with the ocean, when they met and in that beautiful estuary, the river completely lost itself. -Natasha


Pernah mendengar istilah estuari? Bukan, estuari bukan minuman dingin sejenis es teh manis atau es kelapa muda yang sering menjadi pendamping menu makan siang anda.

Estuari adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Muara sungai, teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan air yang terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach), merupakan contoh dari sistem perairan estuari.

Bercampurnya massa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuari memiliki keunikan tersendiri, yaitu dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Pada musim kemarau volume air sungai berkurang sehingga air laut dapat masuk ke arah hulu sehingga menyebabkan salinitas di wilayah estuaria meningkat. Sebaliknya, pada musim penghujan air tawar mengalir dalam jumlah yang besar dari hulu ke wilayah estuaria sehingga salinitas menurun.

Secara umum perbedaan salinitas di wilayah estuari akan menyebabkan terjadi pergerakan massa air. Air asin dari laut yang memiliki massa jenis lebih besar dibandingkan air tawar menyebabkan air asin berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar menuju laut. Air tawar yang berasal dari sungai mengalir ke laut membawa padatan-padatan yang berasal dari daratan. Padatan-padatan ini kemudian mengalir ke laut dan mengendap menjadi sedimentasi.

Lantas apakah sedimentasi ini berbahaya terhadap ekosistem estuari? Jawabannya tergantung dari karakteristik dan volume sedimentasinya karena pada dasarnya sedimentasi adalah proses alami yang terjadi di wilayah estuari. Karakteristik sedimen yang terbentuk akan bergantung pada lingkungan pengendapan sedimennya. Sebagai contoh, kita akan membahas ekosistem estuari di Sungai Porong, Jawa Timur.

Sumber: Earth Snapshot

Masih ingat dengan peristiwa semburan lumpur Sidoarjo 12 tahun lalu? Yap, tanggal 29 Mei 2018 yang lalu menjadi peringatan tepat 12 tahun terjadinya semburan lumpur Sidoarjo (LUSI) atau yang lebih dikenal dengan sebutan lumpur Lapindo. 

Semburan lumpur terjadi dengan laju awal sebesar 120.000 m3/hari (Mazzini et al., 2007) dan pada September 2011 menurun menjadi 50.000 m3/hari (Soegiarto et al., 2012). Sejak tahun 2007, lumpur vulkanik tersebut 'dibelokkan' dengan cara dipompa ke Sungai Porong untuk mengurangi kerusakan terhadap infrastruktur.

Sejumlah besar lumpur dipompa dari lokasi semburan ke Sungai Porong melalui jaringan pipa menyebabkan meningkatnya beban sedimen tahunan Sungai Porong menjadi 3-4 kali lipat dibandingkan beban sedimen tahunan sebelum terjadinya semburan lumpur (Soegiarto et al., 2012). 

Sedimen yang berasal dari lumpur vulkanik tersebut sebagian besar merupakan tanah liat (81,5%) dengan porositas 30% dan densitas antara 1,24-1,37 gr/cm3 (Soegiarto et al., 2012).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline