Lihat ke Halaman Asli

Sabarian

pelajar

Kritik Perempuan di Tanah Perempuan, Minangkabau, Review: Novel Perempuan Batih, A.R. Rizal

Diperbarui: 6 April 2024   04:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul : Perempuan Batih

Karya: A.R Rizal

Jumlah Halaman : 260

Tahun Terbit : 2018

Penerbit : Laksana

...

Novel ini bercerita tentang garis besar kehidupan Gadis yang tumbuh besar di Ranah Minangkabau yang Matrilinealistik. Mulai dari ia remaja dan memilih hidup mandiri di kota, meninggalkan rumah batu dikampungnya, hingga ia kembali lagi ke rumah batu dan menghabiskan hari-harinya untuk berjuang dalam menjemput takdirnya sebagai perempuan minang, seorang bundo kanduang.

Kehidupan gadis di kampung sebagai seorang perempuan minang ternyata tidak  menjadikannya spesial di tanah adat leluhurnya tersebut. Ia harus memakan caci maki dari kaumnya sendiri, menjadi seorang perempuan meranda yang ditinggal pergi suami ternyata masih dianggap aib disana. Terlebih lagi, ia harus berjualan di pasar untuk menghidupi dirinya sendiri dan anak-anaknya, membuat gadis harus rela dipandang miring dimasyarakat. "sudahlah janda, perempuan pasar lagi".

Kehidupan sederhana Gadis di rumah batu ternyata tidak sesederhana itu. Penulis ingin menunjukkan kepada pembaca, seperti ditempat-tempat lainnya, dominasi laki-laki selalu mempengaruhi garis kehidupan Gadis disebagian besar ceritanya. Bahkan untuk anak laki-lakinya sendiri, Gadis tidak dapat berbuat banyak.

Dari segi struktur, untuk novel dengan jumlah 260 halaman, A.R. Rizal dapat  merangkum semua jenjang kehidupan tokoh dari muda hingga tua, walau dengan alur penceritaan yang tergolong cepat, dengan narasi dan scene yang melompat-lompat. Pembaca di tuntut untuk lebih cermat dalam pembacaannya.

Yang membuat Novel ini menjadi menarik adalah pengarang ingin membuka mata kita sebagai pembaca, bahwa ternyata meskipun selama ini kita menganggap perempuan diminangkabau mendapatkan hak istimewa karena aturan adat yang menjunjung tinggi matrilineal, ternyata masih banyak kondisi-kondisi di masyarakat kita, khususnya di Minangkabau sesuai penceritaan dalam novel tersebut, menganggap sebelah mata kondisi perempuan yang berstatus janda. Tidak hanya itu, penulis juga menyisipkan pesan moral bagaimana untuk hidup dengan baik di lingkungan masyarakat, dihadirkan dalam penceritaan dengan kondisi yang terbalik. Juga realitas menjadi seorang ibu yang ditiggalkan oleh suami dan anak-anaknya. Membuat pembaca memandang tokoh Gadis sebagai nasib ironis seorang perempuan di negeri perempaun itu sendiri.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline