Lihat ke Halaman Asli

Saat Anak Kami Panas...

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kemarin, saat pulang kerja, saya dikejutkan dengan "laporan" istri saya yang mengatakan bahwa anak kami yang pertama mengalami panas. Ketika di-term (termometer) hasilnya cukup mencengangkan, 39 derajat, dan masih bergerak naik!

Hilang sudah capek saya, berganti dengan kecemasan dan kepanikan. Maklum, anak kami ini punya riwayat kejang. Istilah medis biasa menyebutnya sebagai demam kejang, yaitu kondisi dimana suhu tubuh terlalu tinggi sehingga sampai menyebabkan tubuh menggigil. Kondisi menggigil inilah yang dinamakan kejang.

Tak ingin kejadian yang sama terulang kembali, saya langsung membawa anak kami ke klinik terdekat. Fokusnya adalah agar suhu tubuh anak saya harus turun dulu. Biasanya perawat akan memberikan obat yang dimasukkan lewat bawah (dubur). Namun, saat di-term oleh perawat suhu tubuh anak kami "hanya" berada di angka 37 koma sekian.

Atas dasar itulah, perawat kemudian hanya memberikan obat berupa puyer dan antibiotik. Dengan catatan, bila sampai tengah malam panasnya tak juga turun harus dibawa kembali ke klinik untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Akhirnya kami pun pulang.

Puyer yang dari klinik langsung kami minumkan, kemudian kami biarkan anak kami beristirahat. Memang, setelah meminum puyer tersebut suhu anak kami menunjukkan penurunan. Kami sedikit merasa lega.

Namun, tengah malam istri membangunkan saya. Panasnya masih ada, meski tak setinggi sore tadi. Obat pun diminumkan kembali, sambil dilakukan kompres dengan air hangat. Kompres ini biasa dilakukan di dahi, leher, atau pada lipatan siku dan lutut. Atau bisa juga di atas kepalanya. Yang terakhir ini sih inisiatif saya sendiri. Intinya adalah memberikan informasi kepada otak bahwa terjadi peningkatan suhu tubuh, yang tujuannya agar otak kemudian meresponnya dengan menurunkan suhu tubuh.

Malam tadi, tidur saya benar-benar tidak nyenyak. Hampir tiap jam saya dan istri terbangun demi mengecek perkembangan keadaan anak kami. Syukurlah, meski masih ada sisa-sisa panas, tapi gelagatnya menunjukkan penurunan. Kami masih tetap melakukan kompres.

Bila Anda pernah memiliki balita, apalagi bila Anda jauh dari orangtua dan mertua, maka Anda bisa merasakan apa yang kami rasakan. Sampai-sampai ada yang bilang bahwa lebih baik kita (orangtua) saja yang sakit, asal si kecil tidak. Padahal bila mau mengakui, dua-duanya toh sama-sama nggak enak.

Pagi ini saat saya hendak berangkat kerja, kondisi anak kami sudah hangat dan dia sudah bisa berceloteh seperti biasanya.

Cepat sembuh ya, Nak!

=====================

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline