Lihat ke Halaman Asli

Mencoba Menganti Kebiasaan, Apa Bisa?

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena ada suatu kepentingan yang tidak biasanya, hari ini saya berangkat ke tempat kerja tidak dengan menggunakan motor seperti biasanya, akan tetapi saya naik bus kota.

Apakah ini merupakan pengalaman baru bagi saya? Tidak juga. Dulu, ketika masih berstatus pelajar saya setiap hari menggunakan angkutan publik macam ini. Saya baru tidak lagi menggunakannya ketika saya sudah bekerja dan memiliki motor sendiri, sampai sekarang saat saya sudah memiliki dua orang putra.

Lalu, apa yang baru di sini?

Sebenarnya, memang, ada hal-hal baru yang saya dapatkan ketika saya naik bus kota pagi ini. Yang sederhana saja, saya bisa mengamati dengan detil bangunan-bangunan atau kantor-kantor, yang itu tidak bisa saya lakukan ketika saya harus berkonsentrasi dengan kemacetan di jalan raya.

Lalu apa lagi?

Sudut pandang! Ya, saya menemukan sudut pandang baru dalam melihat siapa saya, atau bagaimana orang memandang saya secara umum.

Begini, saat saya naik bus kota, saya tentu melihat banyak pengendara-pengendara motor yang berseliweran di dekat bus yang saya tumpangi. Saya kemudian membayangkan bahwa saya adalah salah satu diantara pengendara-pengendara tersebut dan berada di tengah-tengah. Maka saya pun tahu bagaimana orang menilai saya.

Selama ini saya beranggapan -misalnya saja- menyalip kendaraan lain dari sisi sebelah kiri atau memotong di depan kendaraan-kendaraan besar adalah hal yang lumrah dan wajar. Tapi saya baru mengetahui bahwa dari sudut pandang pengemudi bus dan penumpang yang lain bahwa hal semacam itu adalah hal yang tolol. Bila saya menganggap bahwa dapat menyalip kendaraan besar adalah suatu hal yang hebat, maka sebenarnya hal itu adalah hal yang konyol. Toh kalau pengemudi kendaraan besar tersebut tak dapat mengendalikan kendaraannya, yang hancur-lebur ya saya sendiri, si pengendara motor.

Tapi saya yang pengendara motor berkilah, "Mau bagaimana lagi? Kemacetan terus terjadi di sepanjang perjalanan, apalagi pada jam-jam sibuk. Sementara saya dituntut untuk tidak telat masuk kerja? Jadi, itulah yang saya lakukan, bermanuver."

Saya yang berada di dalam bus menjawab, "Terjebak macet ketika jam-jam kerja memang suatu hal yang tak terelakkan. Tapi orang yang bijak akan memilih berangkat lebih pagi untuk menghindari hal tersebut. Berangkat lebih pagi, perjalanan lebih santai dan aman, dan tidak telat masuk kantor."

Lagi-lagi saya yang pengendara motor membalas, "Bagaimana mungkin saya berangkat lebih pagi kalau bangun saja sudah siang?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline