Para penghuni Pondok Pandir memiliki tata aturan sederhana. Jika senja menjelang para murid tidak diperkenankan melakukan aktivitas di luar karena, seluruh kegiatan akan berpindah ke dalam pondok.
Seperti lazimnya, tiap senja para murid harus berkumpul dalam bangunan utama. Mereka akan menjalankan kegiatan rutin melakukan evaluasi terhadap peristiwa-peristiwa sosial dan tanda-tanda cosmic. Kali ini topik utama pembicaraan Pondok Pandir adalah tanya jawab para pandir. Perbincangan guru - murid yang mengulas tentang Kepandiran.
Manusia Terang Hati telah duduk di depan para murid. Sejenak Ia mereguk napas kehidupan, kemudian secara perlahan dan lembut dihembuskannya napas itu penuh rasa ikhlas. Pandangannya mendongak ke langit-langit seolah menembusi semua benda di sana hingga sampai ke awan. Guratan wajah tua Manusi Terang Hati tampak bagai prasasti menuliskan dengan rinci dan arif peristiwa demi peristiwa. Lubuk kesabaran, rasa tabah, kejujuran dan kebijaksanaan masih berhulu pada tatapan mata yang bersaksi.
Akhirnya para murid pun memulai percakapan.
"Guru, nanti setelah para wakil rakyat partai politik sudah duduk di parlemen serta pemimpin masyarakat, apakah mereka senantiasa memperjuangkan kepentingan rakyat, dan kemenangan dalam pemilu, juga merupakan dukungan rakyat pada kebijakan partai?"
Hati Tegar, murid kelas 9 jurusan Hati Luka, murid terpandai di kelasnya bertanya antusias.
"Oalah, Le! Terlalu banyak contoh dalam perjalan Republik Awang Bulan Putih ini yang menjawab pertanyaanmu secara negatif. Lihat saja penggusuran di mana-mana, dilakukan secara sepihak dan membabi buta, dan elit penguasa yang didukung oleh orang-orang atau perusahaan kaya, demi kepentingan mereka memberangus hak atas tempat tinggal bagi orang-orang miskin. Pedagang asongan, pedagang kaki lima, anak-anak terlantar, penyingkiran orang-orang melarat, dalam kenyataannya merupakan kesalahan menyeluruh pilihan politik pembangunan.
Pada perjalanannya, akhirnya setiap partai politik dan pembuat kebijakan dikenali dari ciri keberpihakannya kepada rakyat, kepentingan orang banyak, terutama yang miskin dan tersingkirkan."
Dengan kejujurannya Manusia Terang Hati memberi penjelasan. Ia bukanlah orang pandai beretorika.
"Akan tetapi Guru, mengapa penguasa Republik Awang Bulan Putih sampai hati memperlakukan rakyatnya sedemikian rupa?"
Hati Tegap, murid lain bertanya. Di Pondok Pandir Hati Tegap menekuni ilmu jurusan Hati Sakit. Kini Ia duduk di kelas 8.
Manusia Terang Hati menghela napas, lalu menjawab.
"Bobroknya Negri Awang Bulan Putih ini antara lain dikarenakan banyaknya wakil rakyat yang tidak memperjuangkan kepentingan rakyat, melainkan mendahulukan kepentingan partai, pribadi dan kelanggengan kekuasaan semata. Negri Awang Bulan Putih sudah lama tenggelam dalam samudra korupsi, dikuasai politik preman, serta politik tanpa prinsip. Hukum dan keadilan bagai lorong tak berujung, serba tidak pasti. Lembaga-lembaga pemerintahan Negri Awang Bulan Putih sudah menjadi istana keserakahan bagi pencuri uang rakyat." Sejenak Manusia Terang mengambil jeda pembicaraan, kemudian Ia melanjutkan,
"Kebobrokan Republik Awang Bulan Putih bukannya tidak mungkin diperbaiki. Sebab kebobrokan itu hanya rekayasa sekelompok manusia. Jika mau keluar dari situasi yang kurang baik ini maka, simpul-simpul kekuatan masyarakat harus bersinergi, bekerja keras untuk mengatasinya."
Manusia Terang Hati menebar pandang, berharap penjelasan tadi dapat mereka pahami.
Bersambung---