Periode seperti ini (jatuh) adalah periode kelam bagi banyak pemula atau calon entrepreneur. Bagi entrepreneur sejati, ini hal biasa saja sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Banyak yang menyamakan periode jatuh, adalah sama spt dipecatnya seseorang dari status PNS. Waduh. Itu pandangan yang kurang tepat. Pebisnis jatuh, bisa bangkit kapan saja asal mau berusaha. PNS dipecat, mana ada kemungkinan kembali berdinas? Hanya saja, probabilitas dipecatnya PNS dianggap jauh lebih kecil daripada probabilitas kejatuhan bisnis seorang entrepreneur. Padahal itu juga tidak tepat benar. Jika diterapkan benar2 prinsip good governance, mungkin sudah lebih dari separuh PNS itu kena pecat akibat ketidakdisiplinan, akibat kinerja yang buruk, akibat pelanggaran hukum (KKN), dst. Tinggal menunggu presiden dan menteri yang baik saja situasinya bisa berubah drastis sewaktu-waktu.
Nah, kejatuhan bisnis seorang entrepreneur ini, sudah beberapa kali saya saksikan secara live. Saya sendiri pernah gagal mencoba usaha ini dan itu, tapi tidak pernah jatuh dengan parah. Tapi di luar sana, saya tahu banyak yang mengalaminya.
Tidak jauh-jauh. Bapak saya sendiri sudah pernah jatuh beberapa kali. Bahkan pernah dalam satu kejatuhan, rumah kami sudah dimasukkan daftar lelang, artinya mau disita bank. Peristiwa tersebut terjadi ketika saya masih SMA. Ceritanya waktu itu bapak tertipu oleh seorang partner usaha. Duit dibawa kabur ratusan juta kalau tak salah. Untuk ukuran saat itu, nilainya sudah cukup besar, cukup untuk membuat 'jatuh'. Saya tidak memakai kata-kata 'bangkrut' karena dalam term saya, 'bangkrut' itu sifatnya permanen, selesai, finished. Kalau jatuh, itu bagian dari proses perjalanan, masih bisa bangkit di kemudian hari.
Nah, sore ini, ada kabar seorang saudara jauh dan senior sedang 'jatuh'. Jatuhnya tidak main-main kata adik saya mengabarkan tadi lewat telpon. Sudah pada tahap sulit diselamatkan, harus amputasi total (harus menjual semua rumah, mobil, dan aset2nya). Memulai dari nol lagi. Waduh. Terenyuh juga hati ini membayangkan. Saya tahu saudara tersebut dulunya cukup berjaya, rumah cukup besar, mobil bagus, gaya hidup lumayan tinggi, dst. Meskipun tidak terlalu besar skalanya. Tapi cukup untuk membuatnya percaya diri dan memberi 'ceramah' gratis untuk saudara-saudara lainnya setiap kali ketemu.
Dan yang saya sulit bayangkan itu adalah, kejatuhan itu terjadi pada saat usianya sudah cukup senja. Saya bisa membayangkan beratnya usaha yang diperlukan untuk membalikkan keadaan atau bangkit kembali (tapi menurut saya tetap bisa jika mau berusaha). Apa yang menjadi sebab kejatuhannya? Dugaan saya adalah:
1. Perubahan landscape bisnis yang terlalu drastis, tidak diiringi dengan kesiapan yang matang. Situasi usaha sudah berubah. Usaha palawija sudah tidak seperti dulu lagi margin-nya. Pemain tambah banyak. Petani sudah jadi pedagang sendiri. Akses informasi dan akses pasar sudah leluasa mereka kuasai sendiri. Jika tidak melakukan terobosan, bisa dipastikan usaha tersebut akan buntu, sulit mencari peran bagi saudara tersebut.
2. Arogansi. Arogansi ini bentuknya perasaan superior, padahal kinerja sudah jelas inferior, susah menerima masukan maunya memberi masukan kemana-mana. Mungkin dikiranya tidak mungkin kejatuhan itu menimpa dirinya. Padahal kejatuhan itu bisa menimpa siapa saja, entrepreneur mana saja.
3. Tidak menyiapkan sekoci yang memadai. Sekoci itu harus disiapkan jauh-jauh hari. Kalau disiapkan pada detik-detik menjelang kejatuhan, biasanya sulit berjalan mulus. Bukannya menyelamatkan, malah membuat penumpang terbenam dan tenggelam. Bentuk sekoci ini adalah second business. Bisnis harus punya bisnis pendamping. Kalau perlu ada 2 atau 3 bisnis sampingan. Tidak usah takut tidak fokus. Fokus itu perlu, tapi ada skalanya. Manusia secara umum masih mampu menangani 2-3 bisnis secara bersamaan dengan baik.
4. Pengelolaan dana investasi secara sembrono. Invest sana invest sini tidak terukur. Jadi niatnya mau diversivikasi, malah terjerembab karena investasinya tidak berjalan baik (diluar perkiraan). Itulah kenapa dalam mencoba masuk ke bisnis baru, sebaiknya dalam skala kecil dulu. Start it small. Itu penting untuk mencegah ketika gagal tidak menyeret bisnis utamanya.
Ada faktor kelima, yaitu faktor anak. Cuma tidak akan saya bahas, sebab ini tidak pernah ada di buku2 entrepreneur hehe... Faktor anak ini, khususnya kebanggan yang berlebihan pada anak, benar-benar saya saksikan sendiri bisa menjadi salah satu faktor kejatuhan. Satu pelajaran yang sangat berharga dan mahal. Inilah kenapa seorang entrepreneur tidak boleh terlalu memanjakan anak.
Namun, kejatuhan asalkan dihadapi dengan bijak dan tenang, selalu ada jalan keluar. Kejatuhan itu tidak membuat orang mati kan. Pasti bisa bangkit lagi asalkan mau berusaha. Bahkan kejatuhan bisa membuat seorang entrepreneur makin kuat. Dan percayalah selalu ada hikmahnya. Tidak usah berlama-lama meratap atau mengeluh. Lupakan kegagalan/kejatuhan, perkuat tekad dan segera bangkit. Yang penting dari kejatuhan adalah 1. tingkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian berikutnya, 2. jangan kapok. 3. jangan pecah nyali. Dan kejatuhan seorang enrepreneur yang satu selalu akan menjadi peringatan bagi entrepreneur yang lain untuk selalu mawas diri, tidak boleh sombong dan arogan dan selalu rendah hati, banyak berdoa.