Lihat ke Halaman Asli

Masihkah...Potretku Dalam Kampanyemu?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggemar musik di Indonesia, siapa yang tidak kenal dengan Bimo Setiawan Almachzumi?

Masih mikir-mikir ya?

Okelah, pakai nama bekennya saja kalau begitu ya. Kalau Bimbim Slank pasti kenal kan?

Bimbim bersama rekannya Kaka (Akhadi Wira Satriaji) adalah pendiri sekaligus dedengkot dari band Slank, yang sepertinya sudah menjadi icon tersendiri bagi dunia musik Indonesia. Popularitas Slank bisa dikatakan sangat luar biasa, dengan komunitas penggemar – Slankers – yang sangat luas keanggotaannya sekaligus sangat loyal. Bahkan konon katanya, apapun konser musik yang diadakan di Indonesia, bisa dipastikan selalu aka nada bendera Slank yang dikibarkan.

Andai saja Slank dan Slankers kemudian menjelma sebagai sebuah organisasi politik yang ikut dalam pemilu, bisa jadi mereka akan mampu meraup jumlah suara dan kursi yang signifikan. Personil Slank pun, terutama Bimbim dan Kaka, bisa dipastikan akan menjadi magnet yang luar biasa bagi partai manapun yang berhasil menjadikan mereka berdua sebagai Juru Kampanye. Sayangnya kabar baik bagi parpol itu belum dan mungkin tidak akan pernah datang: seperti pada pemilu-pemilu terdahulu, Slank sudah menegaskan untuk tidak menerima tawaran dari partai manapun untuk berkampanye jelang Pemilu 2014.

Alasannya adalah, selain karena Slank berdiri di atas semua golongan, juga karena bagi Slank seperti yang diutarakan Bimbim dalam salah satu wawancara dengan media, belum ada partai politik yang layak untuk didukung. Sikap politik Slank ini cukup konsisten dan sangat dipahami oleh seluruh Slankers, meskipun Slank sendiri sepertinya tetap membuka pintu bagi politisi dari partai manapun untuk berperan serta dalam kegiatan-kegiatan Slank. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Menpora Roy Suryo, Gubernur DKI Joko Widodo, dan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dalam konser Slank Nggak Ada Matinya bulan Desember 2013 lalu.

Mengingat sikap “harga mati” dari Slank untuk tidak mendukung parpol manapun tersebut, wajar jika masyarakat belum lama ini dihebohkan oleh beredarnya foto Bimbim di sosial media, dengan diembel-embeli seruan untuk mendukung salah satu parpol peserta pemilu nanti. Dalam foto tersebut terlihat sang drummer Slank seorang diri menaikkan tangan kanannya dengan jempol dan telunjuk membentuk cincin, sementara jari tengah, jari manis dan kelingking terangkat. Di bawah foto tadi dicantumkan seruan “pilih no. 3, jangan golput”.

Di antara peserta pemilu 2014 yang akan datang, nomor urut tiga dimiliki oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dan “kebetulan” juga, dalam kampanyenya kader-kader partai ini memang kerap mengacungkan tangan dengan jari-jari yang dibentuk persis tanda yang ditunjukkan Bimbim tadi, untuk menyimbolkan angka tiga – sesuai jumlah jari yang mengangkat ke atas.

Tersebarnya foto “kampanye” tersebut kontan saja menuai reaksi keras tidak hanya dari penggemar Slank, melainkan juga dari masyarakat umum yang tampaknya selama ini begitu respek terhadap konsistensi Slank untuk tidak mendukung parpol manapun.

Untungnya pihak Slank tidak butuh waktu lama untuk menanggapi kehebohan tersebut. Melalui akun twitter resminya, @slankdotcom, Slank membantah kalau Bimbim sudah menjadi model alat peraga kampanye untuk PKS, dan mengklaim kalau foto yang tersebar itu adalah hasil manipulasi dari video Bimbim yang dibuat untuk media Berita Satu. Lebih lanjut, Slank menegaskan jika mereka tidak pernah mengijinkan penggunaan logo, foto Slank & juga bunda Iffet untuk kepentingan kampanye caleg/partai baik untuk pilkada maupun pemilu.

Kubu PKS sendiri pun tidak mau kalah dalam mengeluarkan bantahan. Mereka menyatakan bahwa foto yang beredar tersebut bukanlah materi resmi kampanye yang dikeluarkan oleh DPP PKS. Tak kurang dari sang Presiden Partai Anis Matta menyatakan ketidak-tahuannnya mengenai keberadaan foto tersebut, dan berdalih bahwa mungkin itu adalah hasil “kreativitas” orang saja, mengingat nomor tiga yang menurutnya sedang populer.

***

Bagaimana sih sebenarnya aturan hukum mengenai penggunaan foto seperti ini?

Terlepas dari ada atau tidaknya ketentuan pemilu yang mengatur mengenai penggunaan foto, namun lex specialis – atau hukum yang khusus – mengatur mengenai penggunaan potret milik orang lain, atau memuat gambar orang lain, sudah terdapat pengaturannya dalam UU no. 19 tahun 2003 tentang Hak Cipta.

Dalam pasal 12 UU tersebut dinyatakan bahwa baik karya fotografi maupun sinematografi tergolong dalam Ciptaan yang dilindungi Hak Cipta. Lebih lanjut, Pasal 20 UU Hak Cipta tersebut melarang pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan potret yang dibuat tanpa persetujuan pihak yang yang dipotret, bila pengumuman tersebut bertentangan dengan kepentingan yang wajar orang yang dipotret.

Dalam kasus penggunaan potret Bimbim oleh PKS seperti ini, pertanyaan mendasar yang terlebih dahulu harus dijawab adalah, siapa pemegang hak cipta atas potret Bimbim yang dipakai sebagai materi kampanye tersebut?

Jika memang benar bahwa potret tadi – sebagaimana yang diklaim oleh Slank – adalah hasil manipulasi dari video Bimbim untuk kepentingan Berita Satu, maka potret tadi merupakan Ciptaan hasil pengalihwujudan dari video yang dimaksud. Dengan demikian, pemegang hak cipta atas potret hasil manipulasi tadi adalah orang/pihak yang melakukan manipulasi atas video (mungkin dengan teknik screen capture yang sudah sangat umum) tersebut.

Namun yang harus diingat adalah, berhubung potret tadi adalah hasil pengalihwujudan dari ciptaan yang lain, maka si pemegang hak cipta atas potret hanya bisa mengumumkan dan/atau memperbanyak karyanya dengan seijin dari pemegang hak cipta atas video yang menjadi asal-usul gambar yang dimanipulasi menjadi potret. Siapa dia? Ya mbuh, tergantung siapa yang bikin videonya, bisa dari Berita Satu, bisa manajemen Slank, atau bisa juga Bimbim sendiri. Yang jelas sudah menjadi kewajiban bagi si pemanipulasi potret tadi untuk menemukan dan meminta ijin dari si pemegang hak cipta video sebelum melakukan manipulasi dan menyebarluaskan hasilnya.

Sudah kelar urusannya?

Nanti dulu. Sekali lagi kita tengok Pasal 20 di atas: tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat tanpa persetujuan orang yang dipotret, atau yang dibuat bukan untuk kepentingan orang yang dipotret, jika pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan wajar orang yang dipotret.

Nah, karena objeknya – atau orang yang ada dalam potret – di sini adalah Bimbim, saya kok ragu kalau Bimbim sudah menyetujui videonya di-capture untuk jadi potret semacam itu. Belakangan bukankah Slank sendiri justru mengeluarkan bantahan sambil menegaskan lagi posisi non-partisannya? Tidakkah itu menjadi bukti yang cukup kuat bahwa foto Bimbim tadi beredar tanpa persetujuan Bimbim sebagai objeknya?

Bertentangan dengan kepentingan yang wajar? Debatable memang. Tapi mengingat sikap Slank dan masing-masing personilnya yang sejak lama sudah menyatakan tidak akan mendukung parpol manapun, tentunya amat sangat patut diduga penggunaan potret Bimbim untuk kepentingan kampanye partai yang bukan kebetulan beberapa anggotanya sudah mendapatkan “keadilan” akibat memperkaya diri sendiri ini akan bertentangan dengan “kepentingan wajar” Bimbim, baik selaku pribadi maupun selaku anggota Slank.

Lantas siapa yang harus bertanggung-jawab, kalau memang pihak yang merasa dirugikan berkepentingan untuk menuntut pertanggung-jawaban atas pelanggaran Hak Cipta ini?

Meski potret tadi ditampilkan seolah-olah sebagai alat peraga kampanye dari PKS, namun belum tentu PKS yang bertanggung-jawab secara hukum atas pelanggaran hak cipta yang timbul. Toh menurut PKS sendiri, alat peraga kampanye yang berisi potret Bimbim tersebut bukan dikeluarkan oleh PKS sebagai sebuah institusi, khususnya dari DPP PKS. Dalam hal ini beban pertanggung-jawaban tentu saja terletak pada orang atau pihak yang memang membuat potret tersebut dan menyebarluaskannya.

***

Terlepas dari soal siapa yang terkena beban pertanggung-jawaban, satu hal yang menjadi catatan khusus bagi penulis adalah bahwa bentuk alat peraga kampanye semacam ini – menggunakan materi potret atau video baik lokal maupun internasional – yang diasosiasikan dengan PKS – bukanlah yang untuk pertama kalinya terjadi.

Sejumlah selebriti internasional yang kebetulan pernah berpose dengan bentuk jari seperti Bimbim tadi ternyata pernah juga menjadi “bintang iklan”. Sebut saja pemain sepakbola Mesut Oezil ataupun Cristiano Ronaldo. Jika ditelisik di Youtube, Anda mungkin masih bisa menemukan iklan PKS yang menggunakan potongan film The Dark Knight Rises, serta iklan Turkish Airlines yang dibintangi Lionel Messi dan Kobe Bryant; tentu yang sudah disulih-suara dan disunting ulang.

Meski terlihat menarik dan menggelitik, tetap saja bentuk iklan semacam itu adalah pelanggaran hak cipta, dan tidak bisa pula dikatakan sebagai sesuatu yang kreatif. Patut disayangkan, mengingat sebenarnya PKS sendiri menurut saya adalah salah satu dari sedikit partai di Indonesia yang dari sejak Pemilu 2004 sudah sangat kreatif dalam menghasilkan iklan-iklan –baik cetak, audio, maupun audiovisual – yang memikat dan orisinil.

Saya sendiri yakin kalau PKS sebagai sebuah institusi tentu sangat paham dan juga patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, tak terkecuali peraturan perundang-undangan mengenai Hak Kekayaan Intelektual khususnya Hak Cipta; sehingga pelanggaran HKI dalam bentuk materi kampanye seperti yang kita bahas di sini ini dapat diyakini bukan dibuat oleh DPP PKS. Apalagi ini bukan soal pelanggaran hukum negara semata, karena sejak tahun 2005 Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa yang mengharamkan segala bentuk pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual.

Bisa jadi iklan-iklan kampanye tadi dibuat oleh struktur partai di tingkat bawah, atau kader-kader secara individu, karena saking cintanya dan saking semangatnya ingin mempromosikan partai mereka kepada masyarakat.

Kalau memang demikian adanya, tentu ada baiknya jika pimpinan dan pengurus PKS bisa memberikan pemahaman kepada seluruh jajaran organisasi partai dan kader dari tingkatan paling atas hingga yang paling bawah mengenai pentingnya membuat materi kampanye dengan tidak menimbulkan pelanggaran terhadap HKI yang dimiliki oleh pihak lain. Dengan demikian, diharapkan kasus semacam potret Bimbim ini tidak lagi terulang dan menimbulkan kontroversi di masa yang akan datang.

Amiiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline