Lihat ke Halaman Asli

Sepatu Anak Muda

Diperbarui: 9 September 2015   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi (dok forum detik)"]

[/caption]

Mas, iku sepatuku. Ojok asal ngidek ae!” ucap seorang anak muda yang baru saja menyelesaikan ibadah sholat di sebuah masjid. Lawan bicara anak muda tersebut menyahut dengan ketus pula “Halah, cuman sepatu ngene ae loo”. Pemuda itu merespon lagi kepada lawan bicaranya dengan membuntutinya sampai di parkiran kendaraan bermotor, lalu anak muda tersebut menginjak balik tempat duduk sepeda motor si lawan bicaranya hingga berbekas cap alas sepatu fantofelnya. Sontak orang tersebut menggerutu tidak terima. “Gak terimo Mas?!” anak muda itu menantang. Setiap orang mempunyai cara sendiri bagaimana ia merawat barang yang ia miliki.

Hal sederhana diatas misalnya, sepatu. Si A dan B pasti memiliki cara yang berbeda dalam merawat sepatunya. Jika sama-sama sepatu fantofel, bisa jadi A selalu rajin menyemir sepatunya di pagi hari sebelum ia beraktifitas sedangkan B langsung dipakai dan tidak pernah disemir. Jangankan disemir, dibersihkan atau dijemur saja mungkin tidak pernah sehingga sepatu yang dimilikinyapun kusam.

Contoh lain misalnya ketika kita meminjam buku. Beberapa orang ada yang bertipe lebih suka bukunya mulus tanpa ada coretan, lipatan dan bersampul, saat peminjam mengembalikan dengan keadaan tidak seperti semula maka orang macam ini akan berubah pikiran jika si peminjam akan meminjam buku lagi darinya. Tidak hanya sepatu atau buku, bisa jadi untuk barang lainpun demikian.

Perbedaan perlakuan seseorang terhadap barang yang dimilikinya bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor: Pertama, kesehariannya. Pada alasan ini, cerita sepatu diatas adalah dikarenakan tuntutan akfitas kesehariannya dimana ia harus berpenampilan good looking untuk menunjang aktifitasnya, beberapa bidang memang aktifitasnya membutuhkan penampilan good looking tetapi ada juga aktifitas yang tidak membutuhkan penampilan good looking. Kedua, nilai historis. Siapa yang pernah diberi hadiah ulang tahun oleh orangtua, sahabat, kolega atau kekasihnya? Atau pernahkan mendapatkan sesuatu yang mana itu adalah hasil dari proses yang tidak biasa seperti menabung beberapa lama? Karena mendapatkannya adalah dengan proses yang tidak biasa, maka kecenderungan orang tersebut akan memperlakukan barangnya dengan cara tidak biasa pula. Ketiga, harga. Untuk satu ini sepertinya semua orang akan memilki pendapat yang sama. Tetapi, setiap orang memiliki tolak ukur harga masing-masing. Ada yang mengganggap murah barang seharha Rp. 100.000,-, ada juga yang menganggapnya mahal. Atau bisa juga alasan – alasan lainnya yang menyebabkan seseorang menganggap barangnya tersebut berharga di matanya.

Pelajaran apa yang bisa kita dapatkan dari cerita diatas? Secara singkat cerita diatas mengingatkan kepada kita untuk tidak meremehkan barang milik orang lain serta menjaga etika bagaimana menggunakan barang pinjaman dari orang lain. Sudahkah menjaga barang berhargamu? Selamat menikmati istirahat siang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline