Lihat ke Halaman Asli

Prayogi Putra Deluhula

Political Science Student

Manisnya Pluralisme di Kota Apel

Diperbarui: 20 Desember 2022   01:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

47 Mahasiswa PMM di Universitas Muhammadiyah Malang dengan Dosen dan Tim Kemendikbud Ristek (dokpri)

Tanggal 15 di bulan 9, cuaca sejuk mencapai kulit pemuda-pemudi yang pertama kali menginjakkan kakinya di kota Malang, Jawa Timur. Di "Kampus Putih" yang megah itu, binar-binar mata para kaula muda terpancar, seakan menandakan mereka baru memenangkan sesuatu yang ingin dicapai sejak lama. Universitas Muhammadiyah Malang menjadi saksi, 47 orang mahasiswa dari seantero nusantara, terhimpun jiwanya mengikuti program exchange Pertukaran Mahasiswa Merdeka Kemendikbud Ristek. Harapan kebahagiaan itu, nampaknya karena banyak diantara mereka yang baru akan merasakan suasana kuliah yang "sesungguhnya". Diantaranya adalah saya sendiri, 4 semester dipenjara oleh covid 19, akhirnya dapat merasakan euphoria kuliah secara langsung.

Di kota yang sejuk itu, kami ditempatkan di rusunawa UMM, membuat bounding kami tercipta lebih jauh dibanding mahasiswa pada umumnya. Sekamar dihuni oleh 3 orang, saya mendapatkan 2 kawan baru yang keduanya berasal dari Sulawesi Selatan, ai senangnya ji'. Anjas dan Syawal menjadi saudara pertama yang akan menemani saya selama satu semester kedepannya. Saya berprasangka, kami bertiga akan mengalami adaptasi yang sulit satu sama lain, ternyata tidak sama sekali. Awalnya saya mengira logat mereka sama-sama Bugis, wah saya dikagetkan logat Sidenreng Rappang punya Anjas, berbeda dengan logat Makassar punya Syawal. Syawal bahasanya lebih mudah saya mengerti, masih banyak memakai campuran Indonesia, walau seringnya diakhir kata ditambahkan ji' mi' ki'. Lain halnya dengan Anjas, dialek Sidrap (Sidenreng Rappang) kental sekali, sangat asing vocabulary nya. Dari sini kita sudah bisa melihat unsur Bhineka Tunggal Ika sudah ada, ragamnya nilai linguistik Indonesia, Anjas dan Syawal sudah praktekkan, sungguh banyak belajar saya dari mereka.

(dokpri)

Hari Awal di UMM

Besoknya, agenda kami adalah memenuhi undangan dari Wakil Rektor I UMM Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si, beliau meresmikan program exchange ini. Ingat sekali di hari senin itu, setelah peresmian saya bergegas langsung menuju kelas pertama, mata kuliah Komunikasi Politik. Hari pertama kuliah itu, merupakan momen yang tak terlupakan karena sistem kelas di UMM sedikit berbeda dengan kampus pada umumnya yang dikelompokkan tiap fakultas. Disini memakai sistem GKB (Gedung Kuliah Bersama), setiap lantainya diberi nomor, seperti hotel. Waktu itu di MK Komunikasi Politik, kode kelasnya adalah di GKB 1 6.08 yang artinya saya harus ke lantai 6 di ruangan 08. Lucunya karena megahnya kampus ini, saya sampai linglung sendiri. Alhamdulillah saya masih dapat mengikuti kelas yang dipimpin oleh dosen luar biasa, Dr. Budi Suprapto, M.Si. Pak Budi dengan ramah mempersilahkan kami mahasiswa pertukaran, memperkenalkan diri didepan mahasiswa UMM lainnya. Dari depan mereka, saya sedikit terkejut, karena ternyata banyak sekali mahasiswa yang tidak berjilbab atau non-muslim di kelas ini. Pikir saya karena ini kampus berbasis Muhammadiyah, salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia, maka mayoritasnya banyak beragama Islam, ternyata tidak. Di kelas ini, seperti seimbang antar umat beragama lainnya, toleransi beragama seagung itu, lagi-lagi saya diajarkan kembali oleh konsep Unity in Diversity.

Sorenya, kami diminta berkumpul untuk first meet and welcome Modul Nusantara, mata kuliah khusus yang hanya dimiliki program exchange ini, dari namanya saja, kita bisa mengetahui modul ini melekat kepada tumbuhnya nilai nasionalis, substansinya terdiri dari empat jenis kegiatan yaitu kebhinekaan, inspirasi, refleksi dan kontribusi sosial.  Dosen tercinta kami, Ibu Dyah Worowirastri Ekowati, S.Pd., MPd., mengawali meeting ini dengan makan rujak bersama. Benar Ibu Dyah adalah dosen tercinta kami, dua tahun di dunia kampus, tidak pernah saya menemukan pendidik sehangat dan sebaik Ibu Dyah. Seperti memiliki dosen dan ibu secara bersamaan, kehangatan beliau dalam mendidik kami, hati yang sangat lembut, serta rasa simpati dan empati yang mungkin setelah ini saya tidak bisa didapatkan pada dosen manapun. Ibu Dyah mengenalkan kepada kami kebaikan dalam keragaman, kami yang berasal dari Sabang sampai Merauke selalu dianggap anak beliau sendiri. Dari sini lah terbentuknya sistem edukasi yang baik, hasil nyatanya adalah kami 47 mahasiswa dibimbing, hingga membuat dua karya buku ber-ISBN yakni "The Journey Modul Nusantara" dan "Sedalam Rasa Sejuta Makna". Bisa menjadi ingatan untuk kita semua, orang baik dengan niat baik akan menciptakan sebuah kebaikan. Semoga Ibu Dyah membaca ini, jangan pernah lupakan saya ya, Bu.

(dokpri)

Ulang Tahun di UMM

Terasa sangat spesial bagi diri ini, tanggal 17 september 2022 menginjak kepala dua. Saya tidak pernah berekspektasi bisa merayakan ulang tahun di kampung orang lain. Biasanya ulang tahun hanya dirayakan bersama keluarga terdekat, di momen spesial ini saya diberi kejutan oleh keluarga baru PMM. Kenangan di malam itu, ingat sekali saya pulang dari kampus sekitar jam 23.00 WIB, kebetulan di Dome UMM sedang ada konser Rizky Febian, sudah menjadi rahasia umum kampus UMM selalu mengadakan event-event besar. Setelah pulang dari konser, saya dikejutkan dengan semua teman-teman telah berkumpul di depan kamar lengkap dengan kue ulang tahun. Bahagia sekali, tidak akan hilang di rekaman memori indah saya, terima kasih teman-teman.

(dokpri)

(dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline