Lihat ke Halaman Asli

MPrayogi

saya mahasiswa di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta dengan Prodi Hukum Ekonomi Syariah

Analisis Hukum Positivisme di Indonesia: Studi Kasus Hukum Korupsi E-KTP

Diperbarui: 30 September 2024   20:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus Hukum Positif: Kasus Korupsi E-KTP

Kasus korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) di Indonesia adalah salah satu kasus korupsi terbesar yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha. Proyek E-KTP yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi administrasi kependudukan dan menghindari pemalsuan identitas, malah menjadi lahan praktik korupsi.

Fakta Kasus:

  1. Kerugian Negara: Berdasarkan hasil investigasi, kasus ini menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp 2,3 triliun dari total anggaran proyek sebesar Rp 5,9 triliun.
  2. Tersangka Utama: Beberapa pejabat tinggi, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto, dinyatakan terlibat. Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka dan akhirnya divonis 15 tahun penjara.
  3. Modus Operandi: Korupsi dilakukan melalui mark-up anggaran dan suap kepada pejabat pemerintahan untuk memenangkan kontrak proyek pengadaan E-KTP.

Sudut Pandang Saya:

Kasus korupsi E-KTP mencerminkan lemahnya pengawasan dan integritas di tubuh birokrasi serta politik Indonesia. Dalam perspektif hukum positif, tindakan korupsi ini jelas melanggar undang-undang, khususnya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Namun, kasus ini juga menggarisbawahi masalah struktural yang lebih dalam dalam tata kelola pemerintahan di Indonesia.

Meski pelaku utama telah dijatuhi hukuman, penanganan kasus korupsi sering kali terhambat oleh masalah budaya hukum, seperti tekanan politik dan lemahnya enforcement. Ketika para pelaku korupsi yang memiliki posisi strategis bisa menghindar dari hukuman atau mendapatkan hukuman yang relatif ringan, hal ini menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum. Pada saat yang sama, pendekatan penegakan hukum yang lebih menyeluruh, termasuk reformasi sistem pengadaan barang dan jasa serta penguatan fungsi pengawasan, sangat diperlukan.

Dalam perspektif saya, meskipun hukum telah berjalan sesuai prosedur, penanganan dan pencegahan kasus korupsi harus melibatkan lebih banyak reformasi institusional agar lebih efektif, serta perlunya penanaman nilai integritas di semua lapisan pemerintahan.

Kasus ini tidak hanya penting sebagai contoh pelanggaran hukum, tetapi juga sebagai refleksi atas pentingnya reformasi birokrasi dan sistem politik untuk meminimalisir ruang bagi terjadinya korupsi di masa depan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline