Lihat ke Halaman Asli

Prayitno Ramelan

TERVERIFIKASI

Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

TNI AU Putuskan Beli SU-35, Mengapa Australia Gentar?

Diperbarui: 12 Maret 2020   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesawat Su-35. (Foto: TASS via businessinsider.sg)

Beberapa hari yang lalu penulis mengulas tentang terhambatnya realisasi kontrak pembelian 11 pesawat tempur Rusia Su-35 antara Rusia dengan Indonesia. 

Diutarakan, Amerika tidak suka pembelian alutsista canggih dari Rusia ini, bahkan mengancam dengan UU CAATSA terhadap orang perorang di negara yang berhubungan dibidang pertahanan dan intelijen dengan Rusia. Menhan Prabowo dan Presiden Jokowi masuk yang bisa dibidik

Sukhoi-35 ini secara teknis telah dipilih TNI AU untuk menggantikan pesawat tempur F5E Tiger II (Skadton 14) yang sudah habis masa pakainya. Kontrak yang sudah ditandatangani Menhan RI tahun 2017 hingga kini tetap belum dapat direalisasikan.

Pada 15 Februari 2016, Pray menulis artikel --di website Ramalan Intelijen-- saat itu terlihat Australia sangat gundah kalau TNI AU memiliki Su-35.

Kini terbukti bahwa 11 Super Flanker itu akan mengubah balance of power kawasan. Mirip situasi tahun 1961, saat AURI punya pesawat pembom strategis TU-16 dan TU-16KS. Australia gundah dan terancam, akhirnya terpaksa membeli F-111 untuk mengimbangi. 

Diplomasi pertahanan Indonesia (Bung Karno) saat itu sukses, Belanda atas saran AS kemudian melepas Irian Barat ke Indonesia

Nah, dalam perkembangan geopolitik dan geostrategi saat ini, AS menyatakan sekutunya di Asia Pasifik adalah Jepang, India, dan Australia. Musuh utamanya Rusia dan China. 

Amerika dengan konsep IndoPacific (hire road) ingin Indonesia menjadi mitranya, tetapi dengan kebijakan politik LN bebas dan aktif Indonesia, AS menilai soal kemitraan belum di respons pihak Indonesia.

Di sinilah muncul hambatan pengadaan Alutsista Rusia untuk TNI AU. Untuk melindungi psikogis Australia sebagai sekutunya, AS akan terus mengunci Indonesia jangan sampai punya Su-35. 

Bahkan orang perorangan (pejabat) diancam dengan UU CAATSA. Sementara dari sisi kepentingan lainnya, pemerintah AS jelas ingin Indonesia membeli pesawat tempur F-16 Viper mereka.

Kini Presiden Jokowi ataupun Menhan Prabowo sebaiknya kembali berhitung tetap melanjutkan membeli Su-35 atau menunda dan bisa mungkin membatalkan dan memikirkan alternatif lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline