Selasa pagi penulis dundang oleh TVOne menjadi narasumber untuk membahas masalah Tolikara, yaitu penyerangan kegiatan sholat Idul Fitri di Karubaga, ibukota dari Kabupaten Tolikara di Papua. Sebenarnya talk show penulis akan muncul bersama-sama dengan Menteri Agama, tapi pada last minute beliau batal denganalasan kurang sehat. Penulis tampillah solo karir, diskusi dengan Arief Fadhil dan Winny, dua presenter yang penulis sudah kenal cukup lama. Sebenarnya penulis sedang menyusun artikel baru perkembangan di Karubaga, dimana beberapa pejabat menjadi sangat khawatir kasus yang penulis sebut sebagai SARA akan meluas.
Pagi ini penulis membuka laman Kompasiana, dan tertarik melihat tulisan Indira Revi, kompasianer "beken" yang memosting sampul buku penulis "Intelijen Bertawaf." Indira meminta penulis membuat artikel soal Tolikara itu, sesuai dengan judul talk show "Damai di Papua, Isu Sensitif dijadikan alat Provokatif." Dibawah ini penulis copaskan artikel penulis yang sudah ditayangkan di blog ramalan intelijen tangal 18 Juli 2015. Semoga terpenuhi deh saran serta permintaan dari Indira, salam kompakan kompasianer. Judul artikel "Pemerintah Perlu Mewaspadai Kasus Tolikara. Selamat membaca my friends serta pembaca yang lainnya.
Pada tanggal 17 Juli 2015 saat masyarakat Indonesia khususnya yang beragama Islam sedang bergembira, berbahagia dalam menyambut Hari Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, mendadak terbetik berita adanya penyerangan terhadap jamaah yang sedang melaksanakan sholat Ied serta terjadinya pembakaran mushala/masjid di kota Karubaga, Kapubaten Tolikara, Papua. Berita tersebut segera bergulung di media sosial yang kini menjadi tulang punggung penyebaran informasi di kalangan masyarakat.
Dengan jumlah lebih 100 juta orang (perkiraan akhir tahun 2015 137 juta), dengan netizen yang tersebar di seluruh pelosok tanah air, kecepatan berita medsos bahkan mampu mengalahkan kecepatan media arus utama, mungkin juga arus kecepatan berita intelijen. Hal ini dikatakan oleh Kepala BIN baru, Sutiyoso yang kini membutuhkan tambahan 1.000 agen intel BIN baru untuk melengkapi penugasan intelijen. Kekurangan para netizen pada umumnya, berita yang dilansir adalah informasi mentah yang belum diolah, dan bahkan banyak yang di goreng agar lebih sedap terbacanya. Beberapa mengutip tanggapan pejabat dan menganalisis hanya dari sudut pandang sektoral yang kadang menjadi berbahaya karena merangsang sensitifitas masyarakat atau juga menurunkan tingkat kepercayaan si pejabat.
Kasus di Karubaga, Tolikara, Papua
Humas Polri Brigjen Pol Agus Rianto mengatakan, Jumat (17/7/2015), kasus itu bermula saat umat Islam Karubaga Kabupaten Tolikara hendak menjalankan shalat Idul Fitri bertempat di lapangan Koramil. Tiba-tiba, sekelompok massa dari luar berteriak-teriak. Umat muslim yang hendak shalat sontak kaget dan langsung melarikan diri ke Koramil dan Pos 756/WMS untuk meminta perlindungan. Sepeninggalan umat muslim itu, masjid di Kabupaten Tolikara dibakar umat Nasrani menjelang shalat Ied, sekitar pukul 07. 00 WIT, Jumat (17/7).
"Saat itu ada yang berteriak, lalu umat muslim itu yang hendak shalat itu langsung melarikan diri ke koramil," kata Agus kepada media/Republika, Jumat (17/7). Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, inti persoalan adalah jemaat nasrani merasa terganggu dengan speaker masjid umat Muslim yang akan melakukan shalat Ied. Umat Nasrani mengklaim suara speaker yang dipasang di tengah lapangan menggangu ketenangan umum. Mereka kemudian meminta umat Muslim untuk membubarkan kegiatan shalat ied tersebut. Hal itu berujung pada perang mulut antara kedua kubu. Saat itulah kelompok nasrani melempari masjid dengan api hingga terbakar. Kepolisian Papua melaporkan, selain Masjid, enam rumah dan 11 kios dilaporkan ikut terbakar (ROL, 17/7/2015).
Bupati Tolikara, Papua, Usman Wanimbow meminta maaf kepada umat muslim atas terjadinya insiden penyerangan. "Saya selaku Bupati atas nama seluruh warga Tolikara mohon maaf atas kejadian yang telah menyakiti umat muslim di Tolikara ini," kata Usman di Karubaga, Sabtu (18/7/2015). Selain minta maaf Usman juga membantah adanya pembakaran masjid secara sengaja saat terjadinya insiden tersebut. Menurut dia yang terjadi adalah sebuah Mushala ikut terbakar ketika massa membakar rumah dan kios milik warga. Dijelaskannya akibat aksi pembakaran tersebut ada 63 unit rumah dan kios, 1 musala dan 1 mobil terbakar. Penembakan aparat mengakibatkan 1 warga sipil meninggal dunia, 2 luka berat, dan 8 luka ringan.
Kronologis berita Netizen; Kericuhan bermula saat Jamaah muslim akan memulai kegiatan shalat Ied pada pukul 07.00 WIT, di lapangan Makoramil 1702-11/Karubaga, Pendeta Marthen Jingga dan sdr. Harianto Wanimbo (koorlap) yang menggunakan megaphone berorasi dan menghimbau kepada jamaah shalat Ied untuk tidak melaksanakan ibadah shalat Ied di Tolikara. Saat memasuki Takbir ketujuh, massa Pendeta Marthen Jingga dan Harianto wanimbo (Koorlap) mulai berdatangan dan melakukan aksi pelemparan batu dari bandara Karubaga dan luar lapangan Makoramil, meminta secara paksa pembubaran Shalat Ied dan mengakibatkan jamaah panik, sehingga shalat Ied bubar sebelum selesai.
Pada pukul 07.10 WIT, massa pimpinan pendeta Marthen Jingga dan Harianto Wanimbo (Koorlap) mulai melakukan aksi pelemparan batu dan perusakan kios-kios yang berada dekat dengan masjid Baitul Muttaqin. Pada sekitar pukul 07.20 WIT, Aparat keamanan dari kesatuan Brimob dan Yonif 756 yang melakukan pengamanan mencoba mengusir para pelaku hingga mengeluarkan tembakan peringatan guna membubarkan massa yang melakukan pelemparan ke arah jamaah.
Diketahui beberapa penyerang mengalami luka tembak dan sudah dibawa ke Rumah Sakit, namun massa semakin bertambah dan melakukan pelemparan batu kepada aparat keamanan. Kemudian massa yang marah dengan tembakan peringatan dari aparat keamanan melakukan aksi pembakaran kios yang berada di dekat masjid milik bapak Sarno yang kemudian merembet membakar habis masjid Baitul Muttaqin serta 13 kios pedagang.