Lihat ke Halaman Asli

Prayitno Ramelan

TERVERIFIKASI

Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Menjelang 2010, Century, Gurita dan Pajak

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_44686" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi"][/caption] Dalam beberapa hari, walau bukan umat Kristiani, penulis memanfaatkan libur panjang ke Jogja. Saat ke Jogja, kakak ipar sakit keras dan kemudian meninggal dunia. Penulis yang ikut mengantar ke pemakaman diminta memberi sambutan. Setelah menyampaikan terima kasih, penulis mengingatkan bahwa "Manusia itu dalam hidupnya hanyalah menunggu eksekusi dari Tuhan, karena waktu eksekusi itu rahasiaNya, maka kita harus selalu berusaha berbuat baik, sehingga kalau nanti di eksekusi sudah siap." Nah, dalam berita akhir tahun ini, menjelang 2010, ada tiga topik yang coba digabungkan, maksudnya kembali mengingatkan siapapun yang terlibat dalam beberapa kasus tersebut, sadarlah, apakah dirinya sudah baik? Sudah betul siap? Tidak jahat? Tidak menipu? Tidak bohong? Dan tidak memfitnah...semua terserah kepada masing-masing individu dan nuraninya, karena semua urusan itu hanyalah berhubungan antara seseorang dengan Tuhan. Berita Century Gate, kalau boleh dikatakan begitu, terus berjalan. Perkembangan terbaru adalah munculnya pernyataan Rafat Ali Rizvi, yang berkewarga negaraan Inggris, mitra Robert Tantular sejak 2002, yang kini menjadi buronan Interpol. Rafat oleh  Bareskrim Polri disebutkan membawa lari ke luar negeri uang Bank Century sebanyak Rp 13 triliun bersama-sama Robert dan Hesham. Rafat mengatakan bahwa kasus Bank Century berawal dari kelakuan Robert, keluarga, auditor, direksi dan komisaris bank yang didesign Robert dalam sebuah "systemic lying" atau penipuan sistematis.  Sebagai pemilik 50% lebih saham Century, Robert dengan piawai mengatur semuanya, termasuk para petugas hingga pejabat tinggi Bank Indonesia. Rafat mengatakan bahwa para petrugas BI pada level menengah kebawah ikut bersekongkol, dan yang lebih hebat lagi, pejabat tinggi BI juga menjadi teman dekatnya. Rafat menegaskan bahwa penipuan sistematis berlangsung sejak lama, bahkan sebelum merger. Robert menurut Rafat mempunyai hubungan baik dengan beberapa pejabat deputy, dan justru dengan Boediono, Robert  berseberangan. Rafat menilai bahwa Boediono dan Ketua KSSK Sri MUlyani merupakan korban penipuan sistematis dari Robert. Rafat mengatakan bahwa dia mengetahui Robert membobol  Bank Century sebesar US$ 400 juta ditambah dana nasabah Antaboga Rp1,3 triliun, dimana dana ditempatkan di surat berharga bodong tanpa underlying assets, yang lainnya dititipkan di beberapa perusahaan sekuritas dan multifinance. Rafat yang kini bersembunyi di salah satu negara, nampaknya merupakan salah satu sumber yang bisa digali untuk melengkapi beberapa hasil pemeriksaan pansus. Nah, perkembangan berita akhir tahun kedua yang menggegerkan adalah goresan tangan penulis spesialis korupsi, George Junus Aditjondro. Penulis menulis sebuah buku dengan judul "Membongkar Gurita Cikeas Di Balik Skandal Century." Buku tersebut menurutnya adalah mengungkap peranan beberapa yayasan yang terkait dengan keluarga SBY dan teman dekatnya. Aditjondro mengatakan bahwa sumber beritanya didapatkan dari media terbuka, hanya sebagian kecil yang tidak. Dia kemudian menganalisis, mempertautkan salah satu yayasan tersebut ada yang berkait dengan Artalyta, Markus, yang berhubungan dengan Syamsul Nursalim, obligor BLBI. Juga mnyebutkan peranan seorang nasabah Century dalam pemenangan Partai Demokrat dalam pilpres 2009. Tulisan Aditjondro tersebut menurut Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha telah membuat Presiden SBY menjadi prihatin. "Fakta-fakta sepertinya tidak akurat, tidak mengandung kebenaran yang hakiki. Ini yang diprihatinkan presiden" tegas Julian. Presiden belum akan melaporkan penulis ke polisi, kata Julian. Yang kini menunjukkan reaksi adalah kantor berita Antara, yang menurut Dirutnya Mukhlis Yusuf, "Pak George harus metrenungkan kembali. Klau tidak direvisi isinya, kami akan lalkukan langkah-langkah selanjutnya," tegas Mukhlis. KB Antara disentuh dalam tulisan George Aditjondro, bahwa ada sebagian dana PSO ("Public Service Obligation") Antara yang dialihkan untuk kantor tim suskses SBY-Boediono. Menkum HAM Patrialis Akbar menyetakan bahwa peemrintah sedang mempertimbangkan untuk melakukan upaya hukum terkait buku tersebut, khususnya selama tulisan tidak benar dan ada kaitannya mencemarkan nama baik atau memfitnah orang lain. Sekjen Partain Demokrat Amir Syamsudin menyesalkan terbitnya buku tersebut. Buku itu dikatakannya seperti sampah, tidak ada relevansinya, "Tidak ada satupun sub judul yang diungkapkan dengan judul buku didepan" katanya. Partai Demokrat tidak ingin membesarkan, judul buku dianggap sebagai bagian dari marketing strategy. Menurut Ketua Pansus Hak Angket  Century, Idrus Marham, kalau data dalam buku tidak dapat dipertanggung jawabkan secara akademis, maka itu merupakan fitnah nasional yang membuat kehidupan kebangsaan makin keruh. Sebagai ilmuwan, George harus mempertanggung jawabkan karya ilmiahnya dengan data yang valid, kata Idrus. Ada yang menyarankan agar dibuat buku putih sebagai buku tandingan, supaya masyarakat punya data pembanding. Dalam sambutan peringatan Natal Bersama Tingkat Nasional 2009 di Jakarta Convention Center, Minggu malam, Presiden menyampaikan keprihatinan terhadap fenomena sosial dan politik yang menurut dia merusak sendi-sendi kehidupan bernegara tersebut. "Saya menyampaikan keprihatinan atas sejumlah fenomena sosial politik yang muncul akhir-akhir ini yang saya nilai merusak sendi-sendi kehidupan kita, tiada lain munculnya sejumlah tabiat dan perilaku berdasarkan fitnah, berita-berita bohong dan fiksi, daripada fakta dan kebenaran," tuturnya. Presiden juga mengkhawatirkan munculnya perilaku kasar dan suasana kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat dalam mengekspresikan kebebasan mereka. Berita yang juga mencuat lainnya adalah pernyataan dari Zainal Bintang salah seorang penggagas kaukus Golkar bersih. Zainal menyarankan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie sebaiknya nonaktif dahulu sampai kasusnya dengan Ditjen Pajak jernih. "Citra Golkar terancam terpuruk oleh kasus Ketua Umum ini," kata Zainal. Selanjutnya dikatakannya "Kaukus Golkar Bersih hanya fokus dan peduli pada citra partai saja. Kami prihatin, karena banyak kader terlibat dugaan korupsi dan berbagai kasus hukum." Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Djoko Slametmengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak  terus melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tunggakan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie. "Itu penyidikan. Penyidikan itu salah satu dari law enforcement pemeriksaan dan penyidikan. Sekarang ada yang sudah masuk proses penyidikan karena itu kan sudah lama. Ada yang dari 2008, ada juga yang dari Maret 2009," katanya. Djoko mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi serta penelusuran adanya kemungkinan tindak pidana fiskal atau unsur kesengajaan dalam kasus ini. Sebelumnya, petugas pajak menengarai akuntan-akuntan PT Bumi Resources Tbk merekayasa pembayaran pajak 2007 sebesar Rp 376 miliar. Tidak hanya itu, perusahaan Bakrie lain, yakni PT Kaltim Prima Coal, diduga merekayasa pembayaran pajak yang merugikan negara Rp 1,5 triliun. Belakangan ada juga dugaan rekayasa di PT Arutmin Indonesia sebesar 39 juta dollar AS. Dari ketiga perkembangan berita utama tersebut, nampaknya semua bersumber pada inti masalah di Bank Century. Masalah ketidak beresan di Bank Century yang semula bermuara pada kasus hukum dan korupsi, kemudian melebar ke ranah politik. Semua kemelut menjadi lebih hingar bingar dengan indikasi pelibatan Partai Demokrat dan Ketua Dewan Pembinanya. Kasus Century kemudian menyeret Wakil Presiden Boediono sebagai target utama yang akan disalahkan, kemudian masalah century di imbaskan kepada presiden dan partai dan keluarganya, dan terakhir George Aditjondro dengan jelas menegaskan keterlibatan Cikeas yang diketahui sebagai rumah tinggal pribadi presiden mulai disentuhkan juga. Bahkan yang lebih parah, kemudian kasus disentuhkan dengan isteri, keluarga, teman dekat dan bahkan mereka yang terlibat dalam kasus BLBI. Kini masyarakat berfikir, ada apa sebenarnya ini? Semuanya nampak wajar dan berjalan seperti apa adanya, dibalik itu semua, penulis  pernah mengutarakan pada artikel terdahulu, ada upaya sistematis untuk menurunkan citra SBY dan Demokrat. Serangan Aditjondro sangat jelas menohok Cikeas yang judulnya sangat tendensius mengkaitkan dengan Bank Century. Kini, serangan balik sudah mulai muncul, Aburizal Bakrie yang ditengarai oleh berbagai pihak menyerang, mendadak menghadapi serangan balik. Persoalan pajak dari perusahaan dibawah group Bakrie secara langsung ataupun tidak akan menurunkan citranya juga. Sebagaimana yang berlaku di negara ini, seseorang akan sangat kuat posisinya apabila dia menduduki jabatan di eksekutif, itu rumusnya. Begitu dia lepas, maka setiap saat dia harus siap dan bisa dikejar oleh eksekutif itu sendiri. Lihat saja, anggota DPR yang dahulu demikian power full, begitu di sergap KPK, dia langsung lumpuh. Hal ini yang harus dihitung oleh Ical, dia harus menghadapi anak buahnya yang membentukKaukus Golkar Bersih, kemudian dia harus menghadapi urusan pajak perusahaan keluarganya, ini masalah serius, dan tidak main-main. Dan bukan tidak mungkin suatu saat dia harus menghadapi kemungkinan diangkatnya lagi masalah Lapindo. Jadi repot kan? Jangan sampai dia dibawa ke killing ground, dibenturkan ke SBY, kemungkinan besar dia akan kalah. Kekuatan bargaining power hanya dimiliki apabila elit Golkar di DPR 100% mendukungnya, dan itupun masih harus dipertanyakan. Bagaimana dengan Presiden SBY? Pada akhir tahun ini, walaupun serangan demi serangan muncul, tetapi kekuatannya masih besar, daya tawarnya sebagai presiden masih kuat, apabila beberapa partai koalisinya memang dianggap berhianat, maka dengan mudah dilakukan penekanan kepada Menteri partai bersangkutan yang pasti akan menekan partainya. Kita tidak percaya kalau jadi Menteri itu tidak enak bukan? Nah, bargaining position eksekutif ini adalah kekuatan terbesarnya. Kini yang harus dilakukan adalah bagaimana memperbaiki citra dan opini dikalangan grass root. Belum nampak bahaya hingga akhir tahun ini yang bisa memakzulkan baik presiden ataupun wakil presiden. Justru lawan-lawan politiknya yang seharusnya berhitung. Tetapi walaupun demikian kita sebaiknya memperhatikan apa yang dikatakan presiden itu, " Pertama, prihatin atas sejumlah fenomena sosial politik yang muncul akhir-akhir ini yang dinilai merusak sendi-sendi kehidupan, munculnya sejumlah tabiat dan perilaku berdasarkan fitnah, berita-berita bohong dan fiksi, daripada fakta dan kebenaran. Kedua, khawatir dengan munculnya perilaku kasar dan suasana kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat dalam mengekspresikan kebebasan mereka." Inilah sebuah fenomena kebebasan yang dipilih oleh bangsa kita, yang harus disikapi dengan benar. Sebagai penutup, penulis hanya menyarankan, mengingatkan sebelum eksekusi itu tiba,  berkelakuan dan berbuat baiklah...siapkah kita menghadapinya? PRAYITNO RAMELAN, Mengucapkan Tahun Baru 2010 kepada Kompasianer dan Silent Reader.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline