Lihat ke Halaman Asli

Prayitno Ramelan

TERVERIFIKASI

Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Windy, Munti dan Malaysia

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap bangun pagi, setelah sholat subuh, isteri langsung mengecek ke dapur, mengadakan inspeksi persiapan dukungan logistik, sebagai isteri ketua RT, setiap pagi isteri menyediakan makanan untuk para pekerja sampah kompleks, tukang sapu jalan dan tukang babat rumput kompleks yang jumlahnya 14 orang. Penulis sebenarnya heran kenapa sih kok repot, dijawabnya kasihan mereka Pa, rakyat kecil, biarlah mereka sebelum bekerja mereka dihangatkan perutnya, dikasih teh hangat, atau bubur kacang hijau dan roti atau makanan kecil lainnya. Sebetulnya sih setuju saja, namanya juga bagian ibadah bukan? Memberi rakyat kecil sebagai pegawai di kompleks yang besar ini.

Hanya, ada masalah yang penulis selalu tidak harapkan. Tiap masuk kekamar, isteri selalu mengeluh dengan pembantunya yang bernama Windy. Namanya keren istilah anak-anak, tetapi sebagai pembantu dia selalu membuat kesalahan dan..."every day." Keluhan isteri selalu sama, disuruh ini yang dikerjakan itu, di  suruh menggoreng pisang, hampir dua pertiga hangus, padahal sudah diberi contoh. Di suruh buat bubur kacang hijau, sekilo saja, eh yang dimasak empat kilo. Kalau tidak dicek, selalu lupa menanak nasi, jadi kalau mau makan kadang mesti nunggu dahulusedang menanak dengan menggunakan rice cooker kan sangat praktis. Diajari kalau buat teh untuk penulis, sudah diajari selalu salah setiap pagi. Hari ini sangat manis sekali, besok tidak ada rasa gulanya...ya sudah akhirnya tuan mengalah, kalau buat teh atau kopi, gulanya dipisah saja. Bayangkan suatu hari listrik dirumah mati, karena dia menyetrika pakaian, kabel setrika ikut disetrika. Jadi ya, setiap pagi, kalau isteri masuk kamar penulis harus setop menulis. Mendengarkan dahulu "outlet" isteri, dan sedikit memberi komentar. "Sabar Ma, memang begitu pembantu kita, kalau dia pintar dia jadi isterinya orang berpangkat kan."

Nah, kembali terjadi kasus TKI disiksa juragannya di Malaysia hingga meninggal dunia. Malaysia lagi,... rasanya kok makin marah kita sama Malaysia ya. Sedang yang salah adalah warganya, tetapi banyak dari kita marah kepada pemerintahnya, itulah sebuah resiko jabatan. Rakyatnya berbuat buruk, pemerintah harus siap bertanggung jawab dan mendapat nama jelek. Munti Binti Bani meninggal dunia di Rumah Sakit Tengku Ampuan Rahimah, di Klang, Selangor, Malaysia,setelah dirawat selama enam hari. Pekerja pembantu rumah tangga itu disiksa pasangan suami istri yang merupakan majikannya hingga menyebabkan luka parah pada sekujur tubuhnya. Dari diagnosa dokter, korban dikatakan  mengalami retak tulang rusuk dan punggung, patah tulang pergelangan tangan, serta dimuka dan kaki ada tanda luka yang cukup lama. Korban juga sempat disekap dua hari di WC. Munti berangkat ke Malaysia sejak 2003. Selama di sana, dia sudah dua kali berganti majikan tanpa pembaruan kontrak kerja. Menurut kabar  kalau si majikan korban sudah ditahan polisi setempat dan sedang menjalani proses hukum.

Munti Binti Bani adalah warga dari  Dusun Pondok Jeruk Barat, Desa Wringin Agung,  Jombang. Menurut Kepala Disnakertrans Kabupaten Jember kita sudah memastikan keberangkatan Munti sebagai TKW secara ilegal, keberangkatan Munti tidak berasal dari perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) di Jember.  "Namun,kita akan terus menelusuri keberadaan PJTKI itu dan berkoordinasi dengan BP2TKI Jatim dan pusat untuk meminta pertanggungjawaban,” kata M Thamrin. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan sangat prihatin atas tewasnya Munti Binti Bani,  akibat disiksa majikannya. Dino Patti Djalal jubir presiden mengatakan, presiden menekankan perlunya penegakkan keadilan dalam menyelesaikan kasus ini, meskipun Munti diketahui merupakan TKI yang berangkat ke Malaysia secara ilegal. "Apapun statusnya, ini tindakan kriminal" tegas Dino.Dino mengatakan, dalam waktu dekat presiden akan mengadakan kunjungan ke Malaysia. Permasalahan TKI akan menjadi salah satu agenda penting yang dibahas antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia.

Nah, kisah Munti, merupakan sebuah sejarah kelam dari warga negara Indonesia yang untuk kesekian kalinya harus mengorbankan nyawanya di Malaysia. Mereka adalah penghasil devisa negara yang cukup besar, akan tetapi banyak dari mereka yang sebetulnya belum siap untuk bekerja di negara lain. Kalau di Indonesia seperti kisah Windy itu, paling banyak para ibu rumah tangga hanya marah dan mengeluh kepada suaminya panjang pendek. Tiap hari untuk Windy harinya adalah Senin, karena tiada hari tampa "diseneni" di marahi, isteri karena terus membuat kesalahan. Akan tetapi kalau di negeri orang, bagaimana menghadapi pembantu seperti itu? Mereka banyak yang memandang pembantu adalah seorang budak, lihat saja di Singapura juga ada juragan yang tega menyiram air panas.

Ini semua adalah pembelajaran bagi kita bangsa Indonesia tentang bagaimana kita harus lebih bersemangat menyiapkan lapangan kerja, tapi mau bagaimana lagi? Lapangan kerja masih terbatas, gajih sebagai pembantu juga kecil, sementara dari cerita mereka yang pulang sebagai TKI, ada yang bahkan bisa membuat rumah. Nah iming-iming itu jelas merangsang para pencari kerja kelas bawah tadi untuk bekerja sebagai TKI. Kini kita punya Menakertrans yang baru, DR Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB. Rasanya cocok sebagai Menakertrans, back ground elit Islam muda, energik, pintar. Mayoritas TKI diketahui bekerja di negara-negara Islam. Ini mungkin salah satu alasan dia dipilih oleh presiden untuk memimpin Depnakertrans itu dan  diharapkan dapat sesegera mungkin membenahi masalah-masalah disitu.

Yang terpenting bukan mengatasi para majikan "gila menyiksa" itu, jumlahnya ribuan dan warga negara asing pula. Bagaimana mau menertibkan mereka kan?. Yang harus ditertibkan adalah proses  pengiriman TKI dari Indonesia. Sudah "Cak Imin", pak menteri yang terhormat, di babat saja perusahaan-perusahaan gelap yang suka mengirim TKI, di black list. Dan  perusahaan pengirim tenaga kerja indonesia yang legal, mohon dicek, apakah mereka benar sudah mempersiapkan para penghasil devisa itu. Kalau tenaga yang sampai di luar negeri seperti kisah Windy...aduh, kita setiap saat akan terus mendengar secara periodik kematian warga negara kita nun jauh disana. Gemasnya juragan di luar negeri jelas berbeda dengan gemasnya juragan di dalam negeri kan ya?. Yang sangat perlu kita sadari, masalah kelam para TKI bukanlah di luar negeri, tetapi awal masalah di dalam negeri. Itu saja saran kami rakyat kecil yang prihatin untuk Pak Menakertrans, semoga berkenan Cak Imin, Salam.

Catatan : Tadi malam draft ini dibuat dan disimpan dalam box draft, pagi ini begitu menghidupkan PC, penulis terkejut, entah bagaimana tulisan yang judulnya juga salah dan  belum selesai ini kok mendadak termoderasi sendiri. Hingga draft ada yang salah (karena mengantuk) itu terbaca rekan-rekan...nah silahkan membaca artikel lengkap yang saya buat pagi ini deh. Tolong dong pak Admin...repot kan kalau tidak bisa menyimpan di draft, tulisan sepotong tertayang....Salam

PRAYITNO RAMELAN, salah satu rakyat yang prihatin, maksudnya prihatin masalah TKI itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline