Bekerja sebagai pewarta teknologi membuatku harus bersinggungan langsung dengan beragam hal berbau tekno, salah satunya tentu saja media sosial. Banyak fenomena terjadi di sana apalagi waktu itu 2014, di mana politik Indonesia mulai memanas.
Waktu itu atasanku meminta untuk membahas fenomena politik yang terjadi media sosial. Panas, itulah sebabnya. Karena kala itu kancah perpolitikan lambat laun merayap, menggerus kewarasan di ranah maya.
Aku yang diberi tugas ini diminta untuk "meminjam" mulut seorang pakar. Tak banyak referensiku waktu itu, karena memang masih sangat awam. Setelah diskusi menentukan apa saja yang akan dibahas, atasanku mengoper nomor kontak seorang pengamat medsos lewat grup WhatsApp. Nukman Luthfie, di situ tertulis namanya.
Di situlah untuk pertama kalinya aku berinteraksi dengan Mas Nukman. Meski tak bertatap muka, beliau punya kharisma yang bisa dirasakan. Gaya bicaranya paling ramah ketimbang narasumber lain yang aku hubungi.
Santun tapi tegas, dan tidak meninggikan diri. Itu hal yang membekas untukku pribadi. Ketika mengajukan beberapa pertanyaan, beliau menjawab dengan bercerita panjang lebar, membahas pertanyaan yang aku ajukan dengan komperhensif. Sampai-sampai tagihan telepon pascabayarku membludak bulan itu, karena berbincang dengannya sekitar satu jam lewat operator yang berbeda. Hahaha.
Ketika berbincang, ia tak berusaha mendominasi. Ia interaktif. Ketika selesai menjawab satu pertanyaan, ia bertanya kembali padaku dan meminta pendapat. Di situlah uniknya. Aku tidak seperti sedang mewawancara, malah seperti tengah berdiskusi panjang lebar. Ia juga adalah orang yang bisa akrab meski hanya bertemu lewat suara.
Buatku, mas Nukman adalah sosok yang bijak melihat media sosial, lewat dua sisi. Ia adalah pribadi yang baik, dan aku yakin, Allah akan menjaganya di alam sana.
Selamat jalan Mas Nukman. Terima kasih atas perbincangan yang singkat waktu itu. Berkat Mas, aku masih bisa merasakan kewarasan di tengah media sosial yang semakin gila.
Berkat Mas, aku bisa melihat sisi lain dari sebuah perundungan. Berkat Mas, aku waras. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H