Lihat ke Halaman Asli

Yudha Pratomo

TERVERIFIKASI

Siapa aku

Kemerdekaan dan Ketika Saya Menentang Tuhan

Diperbarui: 17 Agustus 2016   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Lifehack.com

Selamat malam kakak Admin yang baik. Mau numpang curhat aja malam ini. Sebenarnya tulisan ini gak ada hubungannya sama sekali dengan agama atau kepercayaan tertentu, jadi kalau judulnya agak nyeleneh dan mau diganti boleh aja. Hehe..

Sebenarnya bukan masalah rumit, tapi ini adalah tentang bagaimana saya memutuskan dalam bekerja dan mengambil pekerjaan.

Umur saya masih muda, masih seperempat abad dan pada usia ini saya masih merasakan egoisme yang luar biasa. Idealis, egosentris dalam menentukan apapun. Wajar mungkin ya namanya juga anak muda, masih sangat sulit mengendalikan diri.

Usia saya tidak terpaut begitu jauh dengan kakak perempuan saya. Ia sudah menikah dan akan dikaruniai anak pertama pada September ini, perkiraan tanggalnya dekat dengan ulang tahun saya.

kakak saya ini adalah seorang pekerja keras. Wajar dalam waktu yang singkat karirnya melesat dengan cepat. Apalagi ia bekerja di perusahaan pelat merah (re: BUMN). Dengan usia muda, kinerja apik, bukan lagi menjadi keanehan posisinya dapat diperhitungkan.

Watak kakak saya ini begitu keras, sama seperti orangtua saya. Yah sesuai pepatah, buah apel tidak jatuh jauh dari pohonnya bukan? Kedua orangtua saya pun begitu. Ketika menentukan pilihan untuk anaknya, maka seolah "haram" hukumnya untuk menolak.

Tentu sebagai keluarga, orangtua dan kakak saya ingin saya mendapatkan kehidupan yang layak. Hidup yang layak di sini dalam arti berpenghasilan besar, pekerjaan yang normal, dan punya banyak waktu luang.

Ya, sangat wajar jika kakak saya ingin menularkan "kenikmatan" pekerjaannya ini. Beberapa kali ia berkata pada saya,"Gue bakal rekomendasiin lu buat kerja. Udah, lu jangan nolak ya. Daripada kerjaan lu yang sekarang ini," seperti itulah kira-kira.

Orangtua? Sudah barang pasti sependapat dengan kakak saya ini. Toh, orangtua mana yang tidak ingin anaknya punya taraf hidup di atas rata-rata, serba berkecukupan dan tentu saja punya kedudukan.

Tapi di sinilah kesalahannya. Bukan bermaksud menyalahkan keluarga saya, tapi untuk saya pribadi, sebuah pekerjaan adalah jalan hidup. Pekerjaan adalah jalan hidup yang harus dipilih dan ketika kita akan memilih, kita harus sudah tahu dan paham bagaimana risikonya. Begitu juga setelah kita memilih. Kita harus jalani dengan hati yang lapang, tenang dan gembira.

Saya tidak pernah menyalahkan orangtua, kakak atau pihak-pihak lainnya yang memaksa. Tapi sebagai manusia kita harus memilih jalan hidup masing-masing. Dan buat saya, pekerjaan adalah harga diri. Ketika kita mendapatkan pekerjaan dengan hasil jerih payah sendiri tentu akan lebih bangga dan nikmat bukan? Pasti, saya yakin itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline