Lihat ke Halaman Asli

Cermin Hitam di Taman Nasional Sebangau

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14139972181008543154

hai kompasianer, lama tak bersua, sudah satu tahun tak menulis di blog kompasiana lalu mau login lagi tak bisa karena lupa pasword. Akhirnya saya memutuskan untuk mengirimkan email ke kompasiana namun terus gagal. Yup! jalan pintas saja, saya putuskan buat account baru. Nah, saya putuskan untuk menulis pengalawan wisata yang lain dari pada yang lain. Kebetulan saya lagi mengerjakan promosi Kalteng, dan banyak sekali hal indah disana, yang saya sendiri terus teringat hingga kini. Bahkan sahabat yang saya bawa dari Salatiga, pun sangat terpesona. Palangkaraya tak hanya sekedar asap dan terik tapi ada pesona alam yang perlu sekali kita ketahui.

Baiklah, tak lama berbasa basi, kali ini saya akan ceritakan tentang Taman Nasional Sebangau yang terletak di Palangkaraya Kalimantan Tengah. Mulanya saya dan tim promosi yang khusus di panggil dari tanah Jawa, agak putus asa. Tentu saja hal ini wajar terjadi, karena source tentang Kalteng tidak terlalu banyak ditemui di google. Bahkan mencari kotanya di google map saja hampir tak terlihat. Saya agak malu sebenarnya, menceritakan hal ini, karena saya sendiri kelahiran asli Palangkaraya, namun tak begitu tahu tentang pariwisatanya.

***

Pada hari Sabtu pagi, saya dan Ebru sahabat yang juga rekan sekerja saya berangkat dari bandar udara Ahmad Yani Semarang ke Palangkaraya. Waktu itu saya sedang hamil 5 bulan, namun energi saya sungguh membuncah. Atas restu dokter, dan suami, saya pergi dengan gagah berani bersama rekan. Kapan lagi bisa memiliki kesempatan berkarya untuk kota kelahiran. Pukul 11.30 wib kami landing di Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya, sahabat saya kontan kaget. "Wi....iki dhewe midun neng alas??iki ualassss tok  say...." artinya "wi, ini kita landing di hutan ya?ini hutan doang say....", saya hanya tersenyum simpul. "Inilah Palangkaraya.....hahahahha...just wait and see". Saya maklum dengan ekspresi rekan saya ini, sepanjang penjalanan hanya tampak hutan yang luas membentang. Dia berpikir kami akan melakukan perjalanan panjang selepas ini. Padahal ke kota hanya 15 menit.

Rekan saya terbelalak lagi, ternyata tidak seperti yang dia kira, Palangkaraya kota yang sangat tertata rapi. Banyak pepohonan yang di tata apik dan kami pun melihat ada taman kota yang indah tempat masyarakat melepas penat di sore hari. Apalagi ada air mancur beriak-riak yang membuat hati seketika "adem." Ebru adalah script writer saya, sejak kemaren galau ketika diberikan proyek promosi kota ini. Oleh karena itu saya ajak untuk sekalian survey, jika beruntung kami  langsung ambil gambar. Ini kali pertama Ia menginjakkan kaki ke bumi tambun bungai.

Setelah memasuki kota, kami beristirahat sejenak sambil mengisi perut. Maklum, saya yang sedang hamil pun tak boleh terlalu kelelahan. Kami diajak makan di rumah makan tradisional yaitu RM. Samba. Menikmati makanan asli suku dayak. Ada yang namanya sayur rotan yang laziessss (aka lezat) banget. Tidak hanya bisa dibuat kursi, tapi orang dayak pun bisa mengolahnya jadi makanan lezat. Ada pula sayur kelakai, sayur yang berair merah dan sangat baik untuk ibu hamil. Hanya bisa ditemui di Kalteng. Lalu ada pula jenis sambal yang mereka sebut "kandas". Kalau diindonesiakan disebut "uleg" atau kalau orang Jawa menyebutnya " penyetan." Kebetulan waktu itu kami menikmati kandas sarai alias sambal sereh (belum pernah menemukan sambal jenis ini di Jawa). Dasyat rasanya, teman saya yang asli jawa itu tambah sampai 2x. Katanya "Gagal diet wiiiiii...." ujarnya sambil sumringah. "makan banyak bru...esok kerja rodi" timpalku seenaknya.

Selepas makan, kami langsung beristirahat dirumah papa mama.  Dan esoknya breafing dengan tim tambahan yang terdiri dari boy, bobenk dan endri dari dinas pariwisata kota. Lalu Endrie menceritakan pariwisata apa saja yang ada dan yang perlu kami garap. Dan yang paling membuat kami tak ada bayangan adalah Taman nasional Sebangau. Saya saja belum pernah dengar, beberapa orang kalteng yang saya temui mengatakan pernah dengar tapi tak tahu seperti apa. Usut punya usut, ternyata tempat wisata yang hanya 20 menit dari kota tersebut memang susah untuk dijangkau. Bukan susah dijangkau berkendara, tapi harganya mahal sekali. Hanya turis mancanegara yang "mungkin" mau untuk merogoh kocek Rp. 1000.000,- untuk menikmati keindahan alamnya. Dan Endrie pun menambahkan bahwa taman nasional sebangau seringkali menjadi tempat riset. Katanya jauh di dalam taman Sebangau terdapat laboratorium yang berisikan para periset ahli biota dan flora yang dikelola oleh "Asing". Jika waktu cukup kami pun akan menjambangi mereka.

Waktu kami menggarap promosi Palangkaraya ternyata tidak memakan waktu lama. Lalu, tibalah pengambilan gambar terakhir di Taman Nasional Sebangau. Dengan mengantongi surat izin dari dinas pariwisata kota, tentu saja kami tidak membayar sejumlah besar uang. Selamat dari ongkos produksi (ups!) Kami hanya harus menyewa kelotok dan 1 pemandu. Kami datang pukul 2 siang, berbincang sejenak dengan Mbak Yuli untuk meraih beberapa informasi. Di dermaga Sebangau saya melihat banyak anak-anak Dayak yang sedang bermain dan berenang. Keceriaan mereka begitu memikat hati. Aku pun tak pernah melihat air sepekat itu. Mereka bermain di air hitam. Hmn...air hitam?apa tidak berbahaya?Batin saya bertanya-tanya.


Setelah menunggu sekitar setengah jam di dermaga, karena kami tak bisa langsung berangkat, kelotok yang kami sewa sempat mogok, lalu harus berganti. Sambil menunggu kami berfoto, dan kami benar-benar bergaya seperti turis dari luar negeri. hahaha...Dengan topi lebar lengkap dengan kaca mata hitam. Tak lama Mbak Yuli membawakan kami pelampung, memang menurut standar keamanan, kami harus mengenakannya.

Lalu berangkatlah kami dan mulai memasuki kawasan taman nasional. Hanya 'WOW" dengan O besar....dengan mata terbelalak karena kami tak pernah disuguhkan pemandangan seperti ini. Entah mengapa saya terbanyang seperti di film Lord of the Ring.  Di sungai berwarna hitam pekat, dan tanaman rasau yang menjulang tinggi mengapit kami. Belum lagi cuaca yang cerah dengan langit yang biru melengkapi rasa kagum kami. Mungkin kami semua sudah penat dengan padatnya perkotaan di Jawa, dan belum pernah menemukan tempat seperti ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline