Lihat ke Halaman Asli

Kasus Penggusuran Paksa DI Jakarta Barat

Diperbarui: 25 September 2024   08:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kasus terjadinya penggusuran paksa paksa di kawasan Duri Kepa, Jakarta Barat dikarenakan tanah yang ditempati warga itu tidak jelas kepemilikannya, seluruh tanah yang ada tidak dapat dibuktikan hak milik di atasnya adalah milik negara. Sementara itu, hak menguasai negara tidak menyatakan bahwa pada prinsipnya seluruh tanah di wilayah negara ini merupakan milik bersama. Oleh karena itu dalam kasus tersebut secara hukum positif pemerintah berhak menggusur masyarakat yang tinggal di tempat tersebut karena pemerintah juga berpatokan dalam undang-undang, akan tetapi hal tersebut menimbulkan akibat lain, yakni masyarakat kehilangan tempat tinggal dan bahkan beberapa anak terpaksa putus sekolah.  Duri Kepa, Jakarta Barat

Para pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Perppu No. 51/1960. ketentuan tersebut mengatur tentang kewenangan penguasa daerah yang dapat memaksa pengguna lahan untuk mengosongkan lahannya. Menurut para pemohon ketentuan tersebut hanya dapat diterapkan pada negara dalam keadaan bahaya, bukan dalam situasi damai untuk melakukan penggusuran paksa terhadap warga negara.

Dalam permasalahan tersebut sesuai dengan salah satu Mazhab positivisme yaitu aliran hukum positif analitis. Menurut tokoh dari aliran ini yaitu John Austin (1790-1859) hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum sendiri, menurut Austin terletak pada unsur "perintah" karena penggusuran terjadi karena adanya perintah dari pemerintah kenapa penguasa daerah. Penggusuran tersebut tetap dilakukan meskipun ada banyak dampak yang akan timbul, misalnya banyak orang yang kehilangan tempat tinggal dan banyak anak yang putus sekolah.

Dalam hukum di Indonesia menganut Mazhab hukum positivisme yang mana dalam positivisme hukum, keseluruhan peraturan perundang-undangan pada hakekatnya sebagai suatu yang memuat hukum secara lengkap sehingga tugas hakim selanjutnya adalah menerapkan ketentuan undang-undang tersebut secara mekanis dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat, sesuai dengan yang telah ditentukan dalam undang-undang.

Aliran positivisme hukum mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini, karena dalam aliran ini berpendapat bahwa hukum harus tertulis, sehingga tidak ada norma hukum di luar hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline