Banyak orang yang pernah mengalami sensasi seperti tertusuk tusuk kecil di bawah kulit mereka atau merasa ngilu saat berdiri setelah duduk bersila dalam waktu yang cukup lama. Sensasi tersebut disebut kesemutan atau parestesia. Masyarakat Indonesia umumnya lebih mengenalnya dengan istilah kebas atau kesemutan. Sebenarnya, apakah itu kesemutan? Bagaimana kesemutan dapat terjadi?
Kesemutan adalah suatu sensasi abnormal yang terasa seperti tertusuk tusuk kecil, ngilu, geli, dan mati rasa. Orang yang mengalami kesemutan juga dapat mengalami alodinia, yaitu kondisi di saat sesuatu yang seharusnya tidak menyakiti seperti pakaian menimbulkan rasa sakit, disestesia, yaitu kondisi di mana seseorang mengalami penurunan sensitivitas, dan hiperalgesia, di mana seseorang mengalami suatu rasa sakit yang lebih dari pada biasanya. Umumnya, kesemutan terjadi secara spontan dan tidak disertai perubahan fisik yang terlihat jelas.1
Kesemutan dapat berlangsung sementara. Saat kita duduk bersila dalam waktu yang lama, umumnya kaki kita akan mengalami kesemutan untuk sementara waktu, namun pada akhirnya sensasi tersebut akan berangsur-angsur hilang. Namun, kesemutan yang berlangsung berkepanjangan dapat menjadi tanda adanya gangguan di sistem saraf sensoris seseorang.1
Beberapa penelitian mikroneurografi menunjukkan bahwa rasa geli yang dirasakan akibat kesemutan disebabkan oleh aktivitas neuron mekanosensitif yang menyimpang. Namun, patofisiologi kesemutan dari segi molekuler dan seluler masih belum banyak diketahui. Beberapa penelitian yang berusaha mengungkap patofisiologi molekuler dari kesemutan menggunakan senyawa hidroksi-alfa-sanshool, yang merupakan senyawa alkilamida yang dapat menimbulkan gejala kebas dan gatal yang mirip dengan kesemutan. Dalam penelitian tersebut, terungkap bahwa pemberian senyawa tersebut menyebabkan terjadinya ledakan potensial aksi di beberapa serat saraf, seperti serat saraf Aβ, serat saraf D, dan sebagian serat saraf C. Namun, ledakan potensial aksi tersebut mayoritas terjadi di serat saraf yang mengalirkan rangsang sentuhan halus. Tidak ditemukan ledakan potensial aksi di serat saraf yang mengalirkan rangsang nyeri. Ledakan potensial ini merupakan salah satu karakteristik yang juga didapati pada kondisi kesemutan.2
Secara molekuler, hidroksi-alfa-shansool bekerja pada kanal kalium dua pori (KCNK), yang terdapat di saraf sensoris dan keratinosit serta dikenal berperan dalam modulasi fungsi saraf sensoris.2,3 Di saat yang sama, keberadaan maupun ketiadaan TRPA dan TRPV tidak menunjukkan perbedaan terhadap respons saraf yang dipicu oleh senyawa hidroksi-alfa-sanshool. Hal ini memberikan sebuah gambaran bahwa kanal KNCK memiliki peran dalam memicu perasaan geli pada kesemutan, bukan kanal TRP.2
Kesemutan juga ditemukan dapat terjadi pada saat terjadinya focal nerve compression. Kondisi ini terjadi pada penderita entrapment neuropathy atau sindrom kompresi saraf. Pada penelitian yang dilakukan Han et al.,4 intensitas kesemutan ditemukan meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan pada saraf. Kesemutan juga masih terjadi untuk beberapa saat setelah tekanan dilepaskan. Dalam kondisi ini, sensitivitas taktil juga ditemukan mengalami penurunan.
Kesemutan juga terjadi pada kondisi iskemia yang terjadi di alat gerak. Namun, kecepatan pemulihan potensial aksi sensoris gabungan pada kondisi iskemia ditemukan lebih cepat dibandingkan pada kondisi saraf tertekan (12,4 ± 2,1% per menit banding 3,6 ± 0,6% per menit). Waktu pemulihan total potensial aksi sensoris gabungan pada kondisi iskemia juga ditemukan lebih singkat dibandingkan pada kondisi focal nerve compression (3,3 ± 0,5 menit banding 8,8 ± 2,1 menit). Terdapat pula perbedaan mekanisme terjadinya kesemutan pada kondisi iskemia dan focal nerve compression. Kesemutan iskemik terjadi dengan frekuensi yang lebih rendah dan berhubungan dengan konduktansi natrium yang tetap.4–6 Pada kondisi pasca iskemik, kesemutan justru terjadi kembali dengan frekuensi yang lebih tinggi. Hal ini diduga karena arus kalium yang bergerak masuk dan menyebabkan tembakan potensial aksi.4,6 Pada kondisi focal nerve compression, metabolit tidak berperan dalam menyebabkan terjadinya kesemutan.1
Sebagai kesimpulan, kesemutan adalah sebuah sensasi abnormal yang terjadi melalui berbagai mekanisme patofisiologi. Kesemutan pada dasarnya terjadi akibat aktivitas neuron mekanosensitif yang tidak normal. Aktivitas yang tidak normal tersebut dapat berbentuk ledakan potensial aksi di beberapa serat saraf, seperti saraf Aβ, serat saraf D, dan sebagian serat saraf C. Selain itu, kesemutan juga dapat terjadi sebagai akibat kondisifocal nerve compression dan iskemia.
Daftar Referensi
1. Luwimi I Al, Ammar M, Awami M Al. Pathophysiology of Paresthesia. In: Imbelloni LE, Gouveia M, editors. Paresthesia. INTECH Open Access Publisher; 2012.
2. Lennertz RC, Tsunozaki M, Bautista DM, Stucky CL. Physiological Basis of Tingling Paresthesia Evokedby Hydroxy- -Sanshool. J Neurosci. 2010 Mar 24;30(12):4353–61.