Senang bisa menyempatkan nulis di kompasiana lagi.
Ngomongin soal Kartini, sepertinya tidak akan habis sehari-dua hari. Bahkan bisa bertahun-tahun seperti sekarang. Tidak menjadi soal, justru kita bisa me-relate-kan beberapa hal. Seperti kehadiran narasi wanita selalu benar ini yang menjadi salah satu bukti bahwa kami kaum pria menghargai kaum wanita. Setidaknya tidak melulu kaum pria dikatakan sewenang-wenang dengan power yang ia milki.
Sebenarnya persoalan emansipasi ini perjalanannya cukup panjang dan kelahirannya menjadi gairah bagi kaum wanita untuk membuktikan bahwa persepsi kaum pria selama ini salah.
Dalam perjalanan sejarah, kita jumpai beberapa uraian yang menunjukan kesalahan persepsi kaum pria sejak memandang wanita sekalipun masih bayi. Contohnya pada masa kehidupan bangsa Arab, masa Jahiliyah, terdapat semacam naluri dari kaum pria terlebih bapak-bapak yang siap siaga membunuh bayi perempuannya.
Alasannya cukup pelik. Pertama, kaum bapak-bapak waktu itu memiliki persepsi bahwa anak perempuan itu tidak produktif dan berpotensi menimbulkan kemiskinan karena harus menanggung biaya hidup. Selain itu, kaum anak perempuan juga dianggap sebelah mata, yakni dengan persepsi "Pembelaannya hanya tangis, pengabdiannya hanya mencuri."
kedua, kaum bapak-bapak takut menanggung aib ketika terjadi perang lantaran kaum perempuan lebih sering menjadi tawanan. Selain itu, mereka terlampau menganggap anak perempuan kala dewasa lebih banyak menjadi objek bagi kaum laki-laki, kasus pemerkosaan, finah perzinahan dan perselingkuhan.
Senada dengan hal itu, kasus di Pakistan menjadi sorotan publik untuk menanyakan hak perempuan dan mempertanyakan keberadaan perlindungan bagi kaum perempuan. Ya...benar! kasus penembakan terhadap bayi berjenis kelamin perempuan tewas oleh tujuh tembakan yang ditarik ayah kandungnya sendiri.
*
Menjajaki usia dewasa, agaknya istilah perempuan kurang relevan dan perlu diganti menjadi wanita. Perjalanan sejarah menunjukan adanya perlakuan yang berbeda untuk kaum wanita. Sebagaimana Amnesty Internasional mencatat sejak abad ke 4 sebelum masehi, persepsi kaum bapak-bapak terhadap kaum wanita agaknya keterlaluan.
Pada masa kejayaan Masyarakat Yunani kuno, kaum wanita tidak mendapatkan hak label kejayaan serupa. Pasalnya ketika logika dan representasi berpikir kaum bapak-bapak di era tersebut menjadi-jadi, justru kaum wanita dianggap makhluk setengah manusia yang tidak mampu membuat keputusan rasional.
Efek persepsi kaum bapak-bapak kepada kaum wanita di Yunani kuno tampak pada agenda pemilu. Dimana kaum wanita tidak dilibatkan sama sekali perihal persiapan maupun proses dan hasil pemilu.