Lihat ke Halaman Asli

Woles

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Seorang pelajar SMP bergegas ke tempat parkir di belakang sekolahnya. Sembari mengambil sepeda kayuhnya, dia berteriak memanggil temannya. ”Ayo cepetan. Woles banget sih,” ujarnya.

Ragam bahasa gaul semakin berkembang. Banyak kosakata baru yang muncul. Dulu, pada 1990-an, ada kamus gaul yang dikarang oleh Debby Sahertian. Kosakata yang masuk di situ di antaranya ialah akikah (aku), lekong (pria), cucok (tampan), ye (kamu, dari bahasa Belanda jij), dan ember (membual, omong kosong).

Saya malah melihat bahwa banyak kata di kamus tersebut yang digunakan oleh para kapster salon kecantikan. Tak sedikit di antara mereka merupakan pria yang gemulai.

Kini kamus gaul ala anak muda zaman sekarang sudah berbeda. Generasi muda, khususnya anak layangan (alay), yang sering menjadi penggembira di acara hiburan televisi memperkenalkan banyak kosakata gaul baru.

Misalnya, kata yang berakhiran –oy seperti sotoy (sok tahu), letoy (lambat), dan kimpoy (bercinta). Ada pula kata yang diambil dari bahasa asing kemudian dimodifikasi. Salah satunya yang tengah populer sekarangadalah woles.

Pola pembentukannya mirip bahasa walikan asal Malang. Contohnya, kata makan menjadi nakam, arek Malang menjadi kera Ngalam, dan bojo menjadi ojob. Kata woles juga demikian. Kata tersebut berasal dari bahasa Inggris, slow. Dengan tambahan fonem /e/, kata slow tadi dibalik menjadi woles. Maknanya pun tak jauh dari aslinya: lamban.

Surabaya,16 Januari 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline