Masyarakat Bima dan Dompu kini menghadapi masalah lingkungan yang semakin serius, mulai dari penggundulan hutan, banjir, kekeringan, hingga peningkatan suhu udara. Berdasarkan data dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Barat, lebih dari 30 ribu hektar kawasan perbukitan di Kabupaten Bima dan Dompu telah beralih fungsi menjadi lahan pertanian, terutama untuk tanaman jagung. Hilangnya tutupan hutan ini dapat mengurangi daya serap air hujan, membuat wilayah ini semakin rentan terhadap banjir.
Tinjauan citra satelit Sentinel 2-A menunjukkan penurunan signifikan dalam areal hijau di wilayah Bima dan Dompu antara tahun 2016 hingga 2024. Perubahan ini menunjukkan dampak alih fungsi lahan yang semakin masif. Dengan topografi berbukit dan terjal, kondisi ini memicu terjadinya banjir bandang di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS), sementara kawasan hilir DAS mengalami genangan air yang parah. Berikut merupakan gambar tutupan lahan Bima dan Dompu pada tahun 2016, 2020, dan 2024.
Musim hujan, yang seharusnya menjadi berkah bagi para petani, kini berubah menjadi ancaman. Banjir yang melanda lahan pertanian merusak tanaman dan menyebabkan kerugian besar. Di sisi lain, anak-anak yang sebelumnya riang bermain di sekitar sungai kini harus menghadapi bahaya banjir dan tanah longsor yang semakin sering terjadi.
Fenomena banjir di Bima bukan hal baru. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat, banjir bandang yang melanda Kota Bima pada Desember 2016 menyebabkan kerugian hingga 1,875 triliun. Banjir serupa kembali terjadi pada Desember 2020 di wilayah Kecamatan Madapangga dan Bolo, serta kembali melanda Bima dan Dompu pada 2024 dan awal tahun 2025. Setiap kejadian ini membawa kerugian besar bagi masyarakat, baik dari segi harta benda, ancaman kesehatan, maupun kerusakan lingkungan.
Bencana banjir yang hampir terjadi setiap tahun ini mengingatkan kita bahwa upaya mitigasi harus diperkuat. Tidak hanya sebagai masalah lingkungan, bencana ini juga harus menjadi titik balik bagi kita untuk membangun sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam menangani masalah ini secara bersama-sama.
Oleh karena itu langkah konkret seperti rehabilitasi hutan, pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, serta perbaikan tata kelola ruang menjadi solusi penting. Dengan komitmen bersama, dampak banjir bisa diminimalisir, dan keberlanjutan ekosistem serta kehidupan masyarakat Bima dan Dompu dapat terjaga.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI