Lihat ke Halaman Asli

Andreas Prasadja

TERVERIFIKASI

Perawatan Ngorok untuk Cegah Tekanan Darah Tinggi

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ngorok atau mendengkur telah lama dianggap sebagai bagian keseharian yang wajar. Bahkan sudah menjadi pandangan umum, bahwa mendengkur merupakan tidur yang nyenyak. Tetapi kita juga sering menemui teman, kerabat atau pasangan yang mendengkur dengan menyeramkan. Selain suara ngorok, suara malam hari terkadang diselingi episode sunyi yang diikuti dengan tampilan sesak dan diakhiri dengan tersedak atau terbatuk-batuk.

Di pagi hari, individu-individu ini bangun tak segar dan mudah mengantuk di siang hari. Padahal mereka sudah cukup tidur setiap malamnya. Mereka seolah lamban, kurang cekatan, emosional, kurang konsentrasi, mudah tertidur dan sulit mengambil keputusan. Tapi apakah mereka pemalas? Bukan! Mereka mengalami gejala yang bernama hipersomnia, yang artinya kantuk berlebihan walau sudah cukup tidur.

Ngorok dan hipersomnia merupakan dua gejala utama dari sleep apnea atau henti nafas saat tidur. Penderita sleep apnea, tanpa ia sadari, terbangun-bangun dari tidur akibat sesak. Saat tidur, saluran nafasnya menyempit hingga tak ada udara yang dapat lewat, walau gerakan nafas terus bergerak.

Resiko Sleep Apnea

Sepanjang sejarah kedokteran tidur yang baru berkembang sejak tahun 50-an, banyak sudah penelitian yang menyinggung tentang bahaya ngorok. Mulai dari kualitas hidup, keselamatan dan kesehatan.

Kantuk berlebih yang dialami jelas menurunkan kualitas hidup seseorang. Performa menurun, kreativitas tersumbat, daya ingat menurun dan hubungan sosial yang buruk. Bahkan sebuah penelitian menyebutkan bahwa dengkuran merupakan penyebab perceraian nomor tiga di Amerika setelah perselingkuhan dan masalah keuangan. Tak kalah penting, sleep apnea juga berperan menurunkan libido dan mengakibatkan impotensi.

Resiko bagi keselamatan bagi mereka yang berkendara, atau mengoperasikan alat berat juga tak kecil. Kualitas tidur buruk akibta sleep apnea menurunkan kewaspadaan dan kemampuan refelks penderitanya. Ini sebabnya pendengkur di Eropa tak diperkenankan untuk berkendara sementara hingga kondisinya disembuhkan.

Henti nafas saat tidur telah lama diketahui menyebabkan hipertensi, diabetes, berbagai gangguan jantung, stroke hingga kematian. Sayangnya, bahaya ngorok bagi kesehatan masih diluar deteksi radar kebanyakan tenaga kesehatan di Indonesia. Tak heran jika angka penderita penyakit-penyakit tadi terus meningkat di tanah air.

Hipertensi

Hubungan hipertensi dan mendengkur dapat dilihat sejak penemuan sleep apnea. Walau sudah banyak catatan medis tentang gejala-gejala yang mirip sleep apnea, namun karena tak ada tradisi kedokteran yang mengamati kondisi pasien saat tidur, kondisi ini diabaikan begitu saja. Hingga di awal berjalannya penelitian tidur, diamati banyaknya penderita hipertensi yang mengalami kantuk berlebihan. Khawatir akan gangguan tidur bernama narkolepsi, pasien-pasien ini direkam gelombang otaknya selama tidur. Selama pengamatan didapati bahwa mereka mendengkur, dan akhirnya diputuskan untuk juga merekam fungsi-fungsi nafas dan jantung selama tidur.

Terbuktilah bahwa para pendengkur mengalami gangguan nafas selama tidur. Sejak saat itu, pemeriksaan tidur dilengkapi dengan perekaman nafas dan jantung. Laboratorium tidur dengan alat bernama polisomnografi (PSG) bukan lagi menjadi alat penelitian, tetapi juga menjadi alat diagnosa rutin seperti pemeriksaan darah dan foto X ray.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline