Lihat ke Halaman Asli

Andreas Prasadja

TERVERIFIKASI

Nap a Latte untuk Produktivitas

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi, tidur (Shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi, tidur (Shutterstock)"][/caption]

Masyarakat modern yang menjunjung tinggi produktivitas menganggap tidur sebagai suatu bentuk kemalasan yang membuang-buang waktu. Bahkan kantuk telah dianggap sebagai suatu penyakit yang harus dicarikan obatnya. Lihat saja berbagai iklan di media. Banyak produk yang menawarkan solusi mengatasi kantuk. Artinya, mengantuk itu salah dan banyak orang yang mengantuk. Para produsen melihat kesempatan besar pada orang yang mengantuk. Singkatnya: Indonesia mengantuk!

Di Amerika, angka pengantuk ini lebih jelas terlihat pada data yang dikeluarkan oleh the National Sleep Foundation. Dinyatakan bahwa 29% dari para pekerja, yang bekerja sembilan jam sehari selama 5 hari perminggu, mengaku mengantuk bahkan tertidur di tengah pekerjaan.

Kantuk

Lalu apa sebenarnya kantuk ini? Bagaimana mengantuk mempengaruhi produktivitas kerja? Benarkah orang yang mengantuk itu malas? Bagaimana jika kita mengantuk di tempat kerja atau belajar? Peran kopi bagaimana?

Mengantuk adalah hal wajar. Mengantuk merupakan sinyal tubuh bahwa kita kekurangan suatu “kebutuhan”, tidur. Kantuk sebenarnya sama seperti rasa lapar atau haus.

Kenali juga gejala-gejala yang selalu menyertai kantuk. Turunnya kemampuan berkonsentrasi, daya ingat dan ketelitian. Sering membuat kesalahan, ceroboh dan emosional. Kemampuan mengambil keputusan yang buruk juga terbukti disebabkan oleh kurangnya tidur.

Nap a Latte

Bayangkan saja, pada suatu siang setelah istirahat makan. Dalam kondisi kenyang, dan tertiup semilir AC, Anda dihadapkan pada pekerjaan di hadapan. Sementara mata berat, dan otak sulit untuk diajak berkompromi. Apakah Anda akan tidur siang sejenak? Atau memanggil OB untuk menyeduhkan secangkir kopi?

Jawaban paling tepat adalah keduanya. Minum kopi lalu tidur siang sebentar.

Para ahli kesehatan tidur selalu mengingatkan bahwa tak ada satu zat pun di dunia yang dapat menggantikan efek restoratif tidur. Segala kemampuan berkonsentrasi, daya ingat dan kreativitas, hanya dibangun oleh tidur. Kafein dalam kopi hanya akan menunda kantuk tanpa mengembalikan kemampuan kognitif otak untuk kembali bekerja.

Tapi, tak ada salahnya kita ambil manfaat keduanya. Kenali sifat kopi. Kafein baru akan bekerja setelah 30 menit dikonsumsi. Namun ia bisa mempengaruhi kerja otak selama 9-12 jam. Untuk itu perhatikan waktu ngopi juga. Jangan sore hari.

Nap a Latte, adalah istilah untuk menikmati kopi, lalu dilanjutkan dengan tidur siang selama 20-30 menit. Dengan demikian, kita akan mendapatkan segala manfaat tidur dan kafein. Setelah tidur siang sekurangnya 20 menit kita akan bangun segar dengan semangat dan kemampuan bekerja yang kembali optimal. Apalagi, karena telah minum kopi sebelum tidur, saat bangun efek kafein juga mulai bekerja.

Tidur Siang nan Produktif

Jika sebelumnya tidur siang dianggap aib besar karena menunjukkan sifat pemalas. Kini tidur siang justru dianggap sebagai sebuah tindakan produktif. Lihat saja berbagai perusahaan besar seperti Google atau Nike, mereka menyediakan fasilitas khusus untuk membantu tidur siang karyawannya. Juga berbagai perusahaan besar di Jepang, setelah jam makan siang, disediakan waktu sunyi dimana lampu dimatikan sebagian, dan suasana dibuat tenang agar karyawan yang merasa kelelahan bisa tidur siang sebentar untuk kembalikan kebugarannya.

Perlu diingat, menyikapi kantuk di tempat kerja bukanlah dengan tidur siang, tetapi dengan mencegahnya. Cukupi kebutuhan tidur di malam hari secara rutin.

Kapan?

Tidur siang di tempat kerja sebaiknya dilakukan setelah makan siang. Karena pada jam-jam tersebutlah jam biologis kita menurunkan keterjagaan sehingga kita merasa mengantuk.

Tidur siang cukup selama 20-30 menit saja. Satu siklus tidur, di siang hari sudah akan tercapai setelah 20 menit. Berbeda dengan tidur malam yang butuh 1,5-2 jam untuk melengkapi satu siklus tidur. Tidur siang tidak disarankan lebih dari 30 menit, sebab dikhawatirkan kita akan terbangun pada tahap tidur dalam. Akibatnya kita bisa merasa tak nyaman berupa sakit kepala, berat atau malah tak segar. Terbangun dari tidur dalam tidaklah nyaman. Saat terbangun kita perlu beberapa saat untuk benar-benar “nyambung”.

Dimana?

Dimana kita bisa tidur siang? Dimana saja bisa, asalkan nyaman. Baik di meja kerja, ruang rapat, bersandar di kursi, sofa atau mobil.

Selain itu buat suasana senyaman mungkin. Suhu yang sejuk, cenderung gelap dan tidak ramai. Untuk membantu, Anda bisa menggunakan masker yang menutupi mata. Agar nyaman gunakan juga earphone yang tersambung dengan alat pemutar musik hingga Anda bisa mendengarkan musik lembut penghantar tidur. Tapi jangan lupa nyalakan alarm agar tidak tidur kebablasan.

Pengalaman saya, memang tak banyak tempat kerja yang dapat mengakomodasi kebiasaan sehat dan produktif ini. Tetapi bicarakan saja dengan atasan. Saya yakin atasan pun beberapa waktu merasa mengantuk dan sulit produktif di siang hari. Tak perlu juga mewajibkan semua orang untuk tidur siang, ada juga lho orang-orang yang cukup tidur di malam hari hingga tak butuh tidur siang lagi.

Akhir kata, bagi Anda yang merasa sebagai sleep deprived zombies di tempat kerja, selamat mencoba!

Peringatan: jika Anda terus mengantuk walau sudah cukup tidur, mungkin Anda derita hipersomnia. Jangan berkendara, dan periksakan diri ke dokter.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline