Lihat ke Halaman Asli

Cermin Kecil Kehidupan Bernama Sekolah Rumpin

Diperbarui: 24 Juni 2015   20:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hari itu langit mendung, bulir-bulir air hujan sudah menyambut kami setibanya di Stasiun Serpong. Perjalanan kami cukup panjang dan menguras energi yang mungkin saja menyurutkan semangat bagi yang melakukannya, walaupun tak terucap dan terpendam dihati. Tak sebegitu rumit ketika kami berkenalan, seketika kami mulai mengakrabkan diri. Saya, Kak Rara, Kak Tiara, Kak Nuryadi, dan Tiwi mulai saling bertukar nama sesampainya di Stasiun Serpong, perjalanan panjang yang kami tempuh di kereta tadi kami lewati sambil berkutat dengan pikiran kami masing-masing.

Perjalanan dengan kereta tadi kami lanjutkan dengan menggunakan angkot, macetnya jalanan yang sedang diperbaiki makin menambah lelah kami. Bahkan kami sempat tertidur sebentar sembari duduk di dalam angkot, melepas sejenak lelah.

Setibanya di depan Perum Suradita, saya bingung. Karena daerah perumahan ini masih di wilayah Tanggerang. Namun ternyata daerah yang saya kunjungi memang di daerah Bogor. Kecamatan Rumpin namanya, tepatnya di Desa Sukamulya. Buat apa saya kesana? Bersama orang-orang yang saya baru kenal di social media pula (kecuali Tiwi).

Ya, saya mengunjungi sebuah daerah bernama Rumpin untuk bertemu dengan adik-adik Sekolah Kita di sana. Saya bersama Kak Rara, Kak Tiara, Kak Nuryadi dan Tiwi memang ingin sekali bertemu dengan adik-adik Sekolah Kita di Rumpin. Berbeda dengan Kak Rara, Kak Tiara, dan Kak Nuryadi, saya juga Tiwi baru pertama kali menginjakkan kaki di Rumpin. Perjalanan kami disambut hujan deras setibanya di Rumpin, tanah merah basah yang jeblok cukup menyenangkan bagi kami yang jarang bersentuhan dengan tanah ketika di jalanan aspal Jakarta. Semangat kami muncul kembali, mata kami segar begitu meihat pemandangan asri tanah Rumpin yang elok. Tak peduli seberapa jauh jarak kami menembus hujan yang membasahi kami, kami mempercepat langkah agar lekas tiba di tempat adik-adik Sekolah Kita berkumpul.

Adik-adik Sekolah Kita baru saja usai belajar mengaji sesampainya kami di musholla di tengah perkampungan nan elok. Musholla? Ya, tempat adik-adik kita belajar bersama di Sekolah Kita Rumpin ini memang di musholla sederhana yang biasa digunakan sebagai tempat orang-orang di desa ini beribadah.Lucunya, adik-adik Sekolah Kita sudah mengintip dari balik pintu dan jendela ketika kami sampai. Pemandangan hampir sama yang terjadi ketika kita melihat film-film, syahdu sekali melihat mereka antusias menyambut kedatangan kami yang sudah kuyup. Senyum tak lepas dari wajah kami berlima ketika bertemu adik-adik Sekolah Kita. Tiba-tiba saja lampu di musholla tempat kami belajar mati, gerimis pun masih juga menemani siang kami yang indah. Hebatnya, adik-adik Sekolah Kita tetap semangat dan antusias untuk belajar bersama Kak Tiara, Kak Rara dan Kak Nuryadi.

Usai rehat sejenak, Kak Rara dan Kak Tiara memulai aksinya membuat permainan-permainan yang mengakrabkan kami. Mulanya adik-adik memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama dan hobi masing-masing. Ada yang hobi bermain bola, menggambar, belajar,bersepeda dan bermain dengan teman-teman, entah permainan apapun itu. Kemudian mereka diharuskan menuliskan nama dikertas post it dan menempelkannya di dada agar terlihat oleh teman-temannya (dan tentu saja oleh kakak-kakak yang hari itu datang). Tingkah mereka yang lucu membuat saya dan Tiwi yang sibuk menuliskan bahan-bahan untuk menulis terkekeh-kekeh.

Saya sempat berkenalan dengan beberapa adik-adik di sana, dari perkenalan sekilas mereka rata-rata bersekolah di sekolah SD negeri di dekat desa mereka. Tak terlalu jauh katanya, bisa ditempuh dengan jalan kaki saja.

Oh iya, adik-adik Sekolah Kita ini datang dari umur 4-12 tahun, range umur yang cukup jauh yang tentu saja agak membingungkan bagi kakak-kakak pengajar untuk membuat materi yang bisa mereka serap bersama-sama. Mereka terlihat sudah seperti satu keluarga, yang kecil menghormati yang besar dan yang besar melindungi yang kecil. Sesuatu yang indah yang saya temukan hari itu dan jarang saya temui di kehidupan kota.

Minggu itu sebagian adik-adik Sekolah Kita mengikuti perlombaan Hari Anak Universal di Jakarta, sisanya berada di Rumpin untuk tetap bisa belajar bersama. Kali itu, Kak Rara, Kak Tiara dan Kak Nuryadi menghelat perlombaan yang hampir sama dengan yang diadakan di Jakarta. Yap! Adik-adik Sekolah Kita yang belum berkesempatan ke Jakarta diajak berlomba juga agar sama-sama merasa senang. Lomba itu diantaranya lomba menggambar, menyanyi, menulis cerita dan berpuisi. Antusias terbesar tetap diraih lomba menggambar, tapi saya kagum dengan semangat mereka berkarya, benar-benar tunas bangsa yang penuh semangat dan kreatifitas :)) Mereka semua diberikan kertas untuk menggambar dan menulis, bagi yang lomba bernyanyi berlatih bersama Kak Nuryadi. Karena ruangan agak gelap, Kak Rara dan Kak Tiara menganjurkan untuk menggambar dan menulis di teras, berhubung hujan juga sudah reda.

Ada satu kejadian lucu ketika satu adik Sekolah Kita berlari dari teras menghampiri Kak Rara lalu mengembalikan kertas gambar dan kembali ke teras untuk bergabung bersama Kak Nuryadi, kami semua tergelak, tapi ternyata si adik kecil itu ingin ikut lomba bernyanyi :p

Lomba diadakan 30 menit dan adik-adik terlihat berusaha keras membuat karya terbaik mereka. Sayang sekali yang lomba bergambar harus bergantian memakai pensil warna dan crayonnya, untungnya keterbatasan perlengkapan tak menyurutkan semangat mereka berkarya :D

Tak terasa 30 menitpun berlalu, hasil menggambar sudah harus dikumpulkan, dan yang mengikuti lomba lain sudah siap untuk tampil. Saya lupa urutan tampilannya, tapi saya ingat betul bagaimana ekspresi mereka ketika namanya dipanggil untuk tampil ke depan, berbinar-binar dan percaya diri. Lomba bernyanyi ada 6 peserta, mereka tampil duet menjadi 3 pasangan. Saya senang sekali ketika mereka menyanyikan lagu nasional dan lagu anak-anak, penanaman mencintai Indonesia memang harus dilakukan sejak dini dan dengan menyanyikan lagu anak mereka diarahkan agar mereka bernyanyi sesuai dengan usianya. Lain lagi dengan yang membaca puisi, tak disangka jiwa sastra salah satu dari mereka sudah mucul diusia yang belia, saya tak sabar menunggu salah satu dari mereka menjadi sastrawan/sastrawati yang handal. Dan mereka yang membacakan tulisan pengalaman paling menyenangkan tampil malu-malu, tapi saya berdoa mereka bisa menjadi penulis handal suatu hari nanti :)) Tak perlu berlama-lama, pengumuman pemenang pun dilakukan secara voting oleh saya, Kak Rara, Kak Tiara, Kak Nuryadi dan Tiwi. Para pemenang pertama mendapat hadiah dari Kak Tiara, yaitu snack! Yaaaaa, memang hanya snack… Tapi ada suatu kebanggaan yang mereka dapatkan dan menjadi acuan untuk terus bisa berprestasi :)

Hari itu saya belajar sesuatu, ketika berbagi menjadi suatu kebahagian hakiki yang seharusnya dirasakan tiap manusia di muka bumi. Sekolah Kita mengajarkan sesuatu yang penting dan krusial bagi saya, jika saja setiap manusia mau berbagi, mungkin dunia ini akan tercipta kedamaian dan keselarasan. Tak ada lagi iri sana-sini, atau ribut-ribut yang merugikan kedua pihak. Kedatangan saya bersama Kak Rara, Kak Tiara, Kak Nuryadi dan Tiwi bukan hanya untuk bertemu dan berbagi ilmu dengan adik-adik Sekolah Kita di Rumpin, tetapi kami datang ke sebuah Cermin Kecil Kehidupan. Tempat dimana kita berkaca tentang arti kehidupan, mendalami rasa bersyukur dan membagi kebahagiaan.

Rasanya tak sabar untuk kembali ke tempat dimana saya bisa menemukan rasa bersyukur saya yang seringkali hilang dan menemukan kembali arti kehidupan di sana :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline