Lihat ke Halaman Asli

Hadi Pranoto

Penikmat kopi pahit

Fenomena Utang dalam 'Kacamata' Ke-Islam-an

Diperbarui: 7 Agustus 2020   05:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi;pixabay

Utang dalam terminologi Roma Irama kita kenal "gali lobang tutup lobang,pinjam uang bayar utang".Utang pada satu sisi bisa jadi motivasi orang bekerja lebih giat  di sisi yang lain utang juga kerap menjadi pemicu pertengkaran dan bahkan kehancuran seseorang,lalu  kenapa orang ber-utang ...?

Disamping alasan desakan kebutuhan,utang kadang juga kerap mejadi salah satu modus menipu.Dalam Islam,hukum tentang utang atau utang piutang sangat jelas.Dengan dasar desakan kebutuhan,utang diperbolehkan dalam Islam,tapi jika punya modus untuk menipu jelas tidak boleh.Banyak hadits dan dalil al-Qur'an menerangkan tentang persoalan ini berikut peringatan dan ancaman orang yang ber-utang dan tidak melunasi utang-nya.Seperti sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori bahwasannya Nabi bersabda yang artinya

"Barangsiapa yang  ber-utang dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa ber-utang untuk menghabiskannya (tidak melunasinya ), maka Allah akan membinasakannya."

Dari Hadist ini kita dapat mengerti bahwa tujuan atau niat seseorang ber-utang menjadi sangat mendasar jatuhnya keputusan Allah kepada seseorang,senada dengan bunyi hadist tentang niat yang artinya " segala amal itu tergantung pada niat"jika awal ber-utang adalah berniat untuk mengembalikan maka Allah sudah berjanji untuk memberi jalan keluar atas permasalahan utang yang menimpanya,tapi jika sejak semula modusnya adalah untuk menipu,dalam hadist tersebut peringatan Allah kepada kita sangatlah keras yaitu "membinasakannya".

Dalam hadist yang lain Nabi juga pernah bersabda

"Diampuni semua dosa  orang yang mati Syahid kecuali jika ia mempunyai utang (kepada manusia)." ( HR. Muslim).

Peringatan-peringatan keras tentang bagaimana agar melunasi utang dari ke dua hadist tersebut setidaknya menjadikan kita waspada dan berhati-hati dalam ber-utang,tidak menjadikannya kebiasan meski tidak dalam situasi mendesak.

Banyak peristiwa berdarah terjadi karena permasalahan ini,jangankan hubungan pertemanan,hubungan persaudaraan seseorang-pun bisa terputus bila bersentuhan dengan yang namanya "utang".Utang membuat tidur malam kita serasa gelisah dan siang kita jadi hinaan tetangga seperti sabda Nabi "Berhati-hatilah kamu dalam ber-utang, sesungguhnya hutang itu mendatangkan kerisauan di malam hari dan mendatangkan kehinaan di siang hari." (HR. Al- Baihaqi

Dalam kacamata sosial hadis tersebut memperingatkan kita akan jatuhnya martabat seseorang di mata masyarakat sebab ber-utang.Bisa dengan dicaci,diasingkan dan dipandang sebelah mata.Tapi meskipun konsekuensi ber-utang sangat 'mengerikan' baik dalam kehidupan pribadi sebagai makhluk yang bertanggung jawab di hadapan Penciptanya kelak pun sebagai kehidupan bersosialnya di masyarakat tapi tak jarang dengan mudahnya orang berhutang dan bahkan melupakannya.Tak jarang pula utang menjadi sesuatu yang seolah disepelekan.

Ironi,melihat fenomena ber-utang yang demikian,dimana asas keterdesakan atau darurat sudah tak lagi diindahkan.Kerap kita jumpai seseorang yang ketika ber-utang seperti tergambar dalam kalimat ini " pinjamnya melas,balikinnya malas".Berada pada posisi ber-utang tentu kalimat ini sangat menyinggung.Tapi gambaran itu secara gebyah-uyah tersohor di kehidupan masyarakat.

Bagaimana jika kita sudah berusaha sekuat tenaga tapi tak kunjung bisa membayar utang...?adakah ancaman-ancaman 'mengerikan' seperti terdapat dalam hadis diatas berlaku..?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline