Lihat ke Halaman Asli

Penemuan Batu Gamping, Tanda Muria Dulunya Laut

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

(1/2/2014) Kemarin aku melihat beberapa bekas karang di perbukitan gunung Muria, letaknya di dukuh Semliro, Rahtawu, Kudus. Karang itu masih kokoh membentang di pinggir Kali Gelis yang terlihat memanjang kira-kira 500 meter. Masih jelas beberapa fosil kerang yang menempel di kerasnya bebatuan yang tampak berwarna putih kusam. Beberapa mereka menempel sangat kuat hingga kami harus menggunakan ‘betel’ untuk melepaskan rekatannya.
Pada hari itu, aku bersama tim Geologi UPN Jogja berencana untuk mengunjungi sebuah tempat yang Alvian janjikan. Bukan tempat sederhana, melainkan sebuah tempat yang menyimpan banyak cerita. Cerita yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana asal muasal batu karang tersebut dapat naik mencapai perbukitan setinggi itu, lalu kapan karang itu mulai bergerak naik kepermukaan dan mengapa di beberapa karang tersebut terdapat lapisan-lapisan lava lalu karang lagi dan lava lagi yang menyusun batuan tersebut.
Bukankah ini sebuah peristiwa yang luar biasa, ketika Tuhan menunjukkan kekuasaannya dengan bertindak meninggikan yang rendah (batuan karang) hingga sejajar dengan tempat tinggal mereka (manusia)? bagi orang yang memperhatikan keajaiban, Maha Karya ini adalah penciptaan seni yang luar biasa.
Batu Karang yang naik kepermukaan ini biasa di sebut dengan batu Gamping (Limestone). Ia dapat terbentuk melalui peristiwa organik, mekanik, atau kimia. Melalui ketiga cara itu batuan gamping mungkin terbentuk. Cangkang-cangkang kerang/rumah kerang, siput, foraminifera atau ganggang, atau organisme mikroskopik lainnya yang mengendap merupakan material utama pembentukan batu gamping.
Terlepas dari teori-teori yang sulit dicerna oleh saya. Karena memang saya kurang tahu tentang ilmu kebumian dan batuan-batuan. Tetapi dengan perjalanan tersebut saya jadi mengerti dan dapat memahami tentang formasi bulu yang ada pada peta geologi yang ada di tangan Oscar. Formasi bulu tersebut merupakan formasi batuan gamping pasiran dan batu gamping lempungan yang terbentuk pada zaman Neosen, 5,2 sampai 10,2 Juta Tahun yang lalu. Begitu Oscar mencoba menerangkan bahwa memang sebelumnya pernah ada penelitian di wilayah Muria yang telah memetakan dan menghasilkan peta tersebut.
Ketika masih dilapangan, Alvian juga memberikan beberapa penjelasan terkait keberadaan batuan karang tersebut. Ia mengatakan bahwa setiap batuan yang terbentuk itu memiliki ceritanya sendiri, mereka bisa mendongeng panjang lebar mengenai terbentuknya sebuah batu kecil yang diketemukan di lapangan. Mulai dari sedimen yang memberikan gambaran kasar mengenai keterdahuluan tentang mana yang lebih muda atau mana yang lebih uzur. Sedimen atau lapisan batu yang ada di atas mempunyai usia yang lebih muda dari pada di bawahnya.
Misalnya pada batuan Karang tersebut yang di lapisi beberapa lava di atasnya yang kemudian tertutup karang lagi dan lava lalu karang. Kami tidak dapat mengukur pasti berapa jumlah lapisan yang ada di sana, karena pada bagian atas tertutup oleh tanah yang ditumbuhi oleh semak dan beberapa pohon. Namun batuan Gamping yang berbentuk menyerupai Karang yang muncul masih jelas wujudnya dan masih mengirim tanda-tanda bahwa itu batuan berbentuk karang. Artinya dengan mata telanjang saya dapat memahami bahwa itu gundukan karang yang ada di dekat Kali Gelis. Dimana selain lapisan lava tadi, saya bisa melihat beberapa fosil kerang yang masih menempel.
Karang tersebut kata Alvian, merupakan jenis karang yang terbentuk di lautan dangkal sampai menengah dimana sinar matahari masih dapat masuk dan memberikan kehangatan kepada setiap organisme yang hidup di sana. Karang itu juga menandakan bahwa Muria meletus beberapa kali pada waktu yang berbeda. Karena tampak pada lapisan-lapisan batuan yang terbentuk. Padahal lava merupakan cairan panas yang mengalir, ia mengalir keperairan laut hingga mengendap pada karang tersebut, setelah lava dingin dan mengendap maka itu adalah tempat yang subur, dan tumbuhlah karang lagi diatasnya. Begitu seterusnya
Proses menaiknya karang tersebut hingga setinggi kawasan Semliro masih mejadi teka-teki. Alvian belum dapat menyimpulkan apa yang sebenarnya membuat karang tersebut dapat naik setinggi itu. Entah itu karena gerakan tektonik lempeng atau akibat dari peristiwa geologis lainnya. Alvian masih belum berani, ia ingin memahaminya lebih dalam lagi.
Kisah lainnya dari batuan breksi yang tercipta dari peristiwa wedus gembel. Mereka akan memiliki cerita tersendiri dengan kerikil-kerikil kecil yang menempel. Bahkan batuan breksi bisa menjadi pertanda bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan yang dekat dengan kawah suatu gunung yang pernah meletus.
Terlepas dari lelah dan penatnya hari itu, banyak juga goyunan yang sering kami lakukan, Alvian sih sering mengejek kami, Oscar dan saya, Homo. Kampreettt........... sepertinya goyonan begini yang sering mereka lontarkan. Tetapi saya dan osar memang ‘mengiyakan’ dalam artian untuk bercanda, hehehe.

Keagungan
Sore itu pula saat mentari sudah tidak terlalu panas, di samping batuan karang tersebut juga terdapat pasir putih yang terkumpul. ini sisa dari banjir kemarin yang membuat mereka terkumpul di satu tempat. Hal ini menjadikan suasana hampir mirip di pantai. Kurang beberapa peselancar ataupun wanita-wanita yang mengenakan pakaian minim sedang berjemur. Hehehe, Mengapa pikiran ini jadi ngelantur.
Sorry... paragraf di atas merupakan intermezzo.
Jika anda tidak dapat menjadi inovator maka jadi lah pengikut agar tidak ketinggalan terlalu jauh dibelakang. Tentunya dengan menjadi follower seharusnya itu akan memperkaya khazanah keilmuan kita. Terkait dengan kajian tentang formasi bulu yang terdapat di Kawasan Muria dan banyak sekali pendapat ahli tentang persatuan Pulau Muryo (muria) dengan Jawa yang di kaji melalui catatan sejarah atau kajian kebumian yang diperoleh melalui penelitian secara mendalam yang memberikan data-data valid, yang kemudian di era banjir informasi kita dapat membacanya secara bebas di internet, apakah kita harus percaya begitu saja? Tentu tidak. Menemukan mereka (bukti) penelitian dari para ahli secara langsung di lapangan merupakan hal yang luar biasa. Apa lagi dengan cara yang tidak di nyana-nyana.
Seperti kisah Alvian yang menemukan batuan gamping secara tidak sengaja, ia meneliti longsor dan pada saat menyusuri sungai Ia menemukan batu tersebut. Batu yang ia kira sebagai batuan Lava pada pandangan pertama, Karena memang berwarna agak abu-abu di sebelah utara, berbeda dengan yang selatan yang masih menyerupai Karang, koral berwarna hitam. Alvian kaget pada saat itu, ia tidak menyangka bahwa akan menemukan ‘barang’ tersebut meski Ia telah membaca bahwa ada formasi Bulu di kawasan Muria.

Ternyata ketidak sengajaan itu berbuah suatu anugerah kepada saya ketika alvian mengirim pesan pendeknya bahwa akan mambawakan hadiah kerang dari Ratawu kepada MRC. Tenyata sebuah misteri mulai terkuak, yakni posisi dari bekas lautan yang terangkat.

Salam,
Wahyu Dwi Pranata
Purwodadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline