Lihat ke Halaman Asli

Aku, Kamu dan Hegemoni

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Belajar hegemoni terhadap ruang, waktu dan hatimu memang perlu kesabaran. Tidak secapat kita memasan makanan di fastfood sebelah sana. Karena di sini aku bukan raja seperti yang para pengusaha ibaratkan. Aku adalah orang biasa yang mencoba menuliskan jalannya sendiri, termasuk ketika mendekati dirimu.

Pada saat aku memulai untuk menuliskan suatu cerita tentang aku dan kamu, sebenarnya tak melulu melibatkan hegemoni, aku juga masih terlalu awam atas kata-kata tersebut. Jadi aku tidak mau sok tahu untuk melibatkan banyak kata hegemoni dalam hubungan dua hati ini. sebab, jika sudah menghubungkannya, maka aku akan menjadi sangsi atas apa arti kedekatan yang coba aku bangun bersamamu. Aku takut tidak dapat lagi membangun ketulusan serta kebersamaan yang berharap lama. Bukan berdasarkan pamrih-pamrih jahat.

Sama dengan ketulusan. Cinta juga tak perlu hegemoni. Menurut saya, cinta itu semestinya ada di atas hegemoni, ia tak boleh tertindas sebagai yang kalah atau menyerah. masih ingatkah kau tentang kisah romeo dan Juliet? Ya, mereka berjuang bersama untuk tidak tunduk pada penguasa, mereka berjuang untuk menundukkan hegemoni yang orang lain ciptakan. Menciptakan kisah haru yang sebaliknya, mereka menghegemoni para pemuda-pemudi sekarang untuk lebih berani memperjuangkan cintanya. Meski sekarang lebih banyak salahnya dalam mengartikan ini.

Tak terkecuali aku. Aku ingin semua ini mengalir tanpa tedeng aling-aling, biarlah semua berjalan sesuai apa yang seharusnya terjadi, meski kadang penyasalan selalu datang di akhir ketika hasilnya tidak begitu sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Termasuk ekspektasi ku terhadap cintaku yang mengharapkan bahwa ini semuanya tanpa motif. Karena aku tidak ingin seperti orang-orang ekonom yang selalu berfikir bahwa segala tindakan manusia itu didasari motif-motif tertentu untuk mendapatkan sesuatu, kita berusaha di hegemoni oleh mereka bahwa itu benar, bahwa setiap manusia selalu berpamrih dalam berbuat. Lalu, kau setuju dengan yang mana?

Entah terserah-lah. Yang penting, aku sudah menjelaskan bagaimana pandanganku terhadap aku, kamu dan hegemoni.

Oh iya satu lagi, jika kita sudah berkata bahwa cinta itu butuh pengorbanan untuk pasangan kita maka sebenarnya kita salah, cinta tidak pernah merasa berkorban dalam keiklasan bertindak, ia tidak seharusnya menyesali apa yang telah dilakukan. bukankah ketika kau bicara tentang pengorbanan maka kau telah menanamkan motif tertentu kepada tindakanmu. Misalnya, ketika malam nanti kita berjalan berdua, lalu kau berharap bahwa akan ada kembang mawar berwarna merah yang ranum untukmu. yah, itu hal yang wajar, tanpa kau mengharapkannya aku akan memberikan itu, karena aku telah merencanakannya.

Untuk kalimat penutup, aku hanya ingin aku dan kamu, tidak ada hegemoni atau pengusaan dengan motif-motif tertentu.

Pondok Tani Yasnaya Polyana

Tempat aku menemukan pencerahan tentang arti kata ini, yang lalu aku hubungkan dengan suasana hatiku.

PranataWahyu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline