Aksi teatrikal dari 3 koma yang menggambarkan tentang air, tanah dan udara yang merupakan elemen penting dalam kehidupan. Bagaimana mereka menggunakan property yang tepat. Meminumnya, memakannya, menghirupnya, serta memoleskan tanah itu ke sekujur tubuhnya sehingga dapat dikenali dengan tepat seperti apa kotornya jubah putih yang mereka kenakan sejak awal.
Pada siang itu, aksi menggambarkan sekelompok manusia yang rakus sedang ‘mengeroyok’ nasi tumpeng yang tersedia di jalanan. Mereka saling berebut seakan kawatir tidak kebagian makanan. Di bawah terik matahari pukul sebelas siang di Alun-alun Kota Kudus, 22 April 2014.
Pada sisi lain musik pengiring dari rekan-rekan lainnya terus mengalun. Ada gitar yang dipetik, alunan tamborin yang menggema, sehingga membentuk beberapa nada-nada magis dari kolaborasinya.
Hanya satu tujuan mereka menggelar aksi teatrikal tersebut, yakni memperingati hari Bumi. bersama dengan orang-orang di belahan dunia lain yang juga mengingatkan kepada setiap manusia untuk menjaga Bumi.
Konsep berteater pada siang itu merupakan racikan dari mas Giok. Ia adalah sesepuh 3 koma yang sudah lama berkecimpung di dunia seni peran teater. Pertama kali aku lihat dia saat ia memainkan wayang di Auditorium UMK yang bertajuk Wayang Gojek.
Disamping aksi teatrikal, ada teman-teman Mapala Arga Dahana yang melakukan orasi Lingkungan. Dengan lantang menggunakan megaphone menyuarakan pesan-pesan agar masyarakat Kudus tetap menyayangi Bumi yang mereka tempati. Membuang sampah? Menggunakan air? Lampu yang tidak di matikan? Yah pesan-pesan purba yang sudah di galakkan sejak puluhan tahun yang lalu oleh Gaylord Nelson pada tahun 1970 saat peringatan hari Bumi pertama dilaksanakan di Amerika Serikat.
Sebanyak 20 juta warga Amerika Serikat mengikuti kegiatan perdana tersebut.
Beberapa perempuan yang memegangi poster bertuliskan pesan lingkungan. Salah satunya “Rawatlah bumi untuk hari ini dan esok” sembari merapatkan barisan, Sang Oratorpun masih tetap lantang bersuara, karena kampanye belum usai.
Beberapa bunga plastik yang telah dibuat dari tangan-tangan relawan MRC satu per satu sampai kepada pengguna jalan di sekitar Alun-alun. Mereka tampak senang menerima bunga itu. Bahkan, bunga cantik yang di bikin oleh relawan di bawa pulang oleh anak-anak Sekolah Dasar yang sedang berolah raga di sana.
Beberapa stiker dan bunga dalam pot aqua bekas pula telah dibagikan habis. Hanya satu kataku “Selamat hari Bumi 2014, Kawan”
wahyu dwi pranata
mrc indonesia
warga purwodadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H