Lihat ke Halaman Asli

Pramuja Yudha Pratama

Cogito Ego Sum

Trump Bunuh Diri dan Ekonomi Global Terus Transisi

Diperbarui: 27 Desember 2019   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping : Sumber (AFP/Nicolas Asfouri) via Kompas.com

Pemakzulan atau Impeachment yang biasa disandingkan dengan maksud pemberhentian jabatan berupa kekuasaan, melabuhkan dirinya pada pihak yang terikat dengan penyelewengan kekuasaan. 

Demokrasi mensyaratkan kesejahteraan rakyat ditentukan pada kekuasaan dengan imajinasi yang senada dengan rakyat, diluar daripada itu, tidak sedikit pun merepresentasikan kekuasaaan yang didefinisikan rakyat.

Sebelum masuk pada substansi, Penulis mengawali dengan memutar balikkan pola analisa, jika diluar sana dinyatakan bahwa Pemakzulan Trump akan berakibat luas pada gejolak ekonomi global, justru penulis memandang, karena gejolak ekonomi global lah yang memberikan dampak pada pemakzulan Trump!

Perang dagang dimulai dengan keputusan Donald Trump pada 22 Maret 2018 yang memberlakukan bea masuk sebesar US$50 miliar untuk barang-barang Tiongkok di bawah Pasal 301 UU Amerika Serikat Tahun 1974 tentang Perdagangan dan disambut oleh pemerintah Tiongkok yang juga menerapkan bea masuk untuk lebih dari 128 produk AS, terutama kedelai yang menjadi ekspor utama AS ke Tiongkok. 

Pemboikotan, pembatasan, bahkan pelarangan menjadi program yang dikedepankan oleh kedua belah pihak untuk dapat saling mengkerdilkan, keduanya menebar benih doktrinasi bahwa legalitas kepastian ekonomi hadir menjadi kapasitas negaranya. Melebarkan sayap pada negara-negara yang dapat beraliansi, dan bersaing untuk menjadi global player.

Pertumbuhan ekonomi China yang mencapai 6,5 % yang dilansir oleh CNBC Indonesia (19/10/18) menghantarkan China sebagai pesaing utama amerika serikat, yang menyebabkan memanasnya perang dagang dan membawa dunia pada penurunan pertumbuhan ekonomi global yang hanya mampu mencapai 3% di 2019 dari tahun sebelumnya 3,6%, berdasar data world bank.

Perang dagang yang berkepanjangan, menuntut kedua negara untuk saling mempertaruhkan akurasi kebijakan dan kekuatan menarik garis peluang dalam konstelasi yang dunia tawarkan. Bahwa fakta keduanya saling dipertaruhkan dalam percaturan ekonomi global, disisi lain friksi keduanya pun secara signifikan berkembang mendestruktif stabilitas ekonomi negaranya.

Stabilitas Ekonomi global yang didongengkan dengan adanya perdamaian fase 1 yang sedang diisukan, mengharap perspektif dunia ikut mengafirmasi, jangankan fase 2 yang dikabarkan akan segera dibangun, fakta nya perjanjian fase 1 pun baru sampai deal prinsip, sementara naskah dan point tuntutan masih direvisi!

Oke bahwa ada mutualism dengan kontrak china US$ 200 M pada barang dan jasa, US$ 32 M di pertanian untuk 2 tahun kedepan dengan amerika, tapi dilain sisi, bea masuk 25% atas US$ 250 M impor china dan 7,5 % atas US$ 120 M itu masih kau pertahankan ! sumbu panas perseteruan masih mengikat perdamaian, dimana asas clear nya? 

Perselingkuhan apalagi yang akan dibangun diluar kacamata publik? Perdamaian dengan versi siapa yang akan dikedepankan? Toh pada nyatanya tidak menggeser sekian inci pun perspektif dunia untuk tetap wait and see.

McCarthyism berupa praktik tuduhan subversi atau pengkhianatan tanpa memperhatikan bukti secara masif dilemparkan oleh Amerika pada negara-negara yang menjadi rivalnya, terlebih kepada China yang menjadi pesaing kuatnya, dan semua itu justru berbalik merongrong kedaulatan stabilitas politiknya, dimulai dari mundurnya penasihat ekonomi AS Gary Cohn yang menentang dan memprotes kebijakan trump terkait penetapan tarif tinggi untuk impor baja dan alumunium.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline