Lihat ke Halaman Asli

Pramudya Gunawan

Pendidikan IPS - FIS - UNJ

Pemangsa yang di Mangsa

Diperbarui: 15 Desember 2021   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelompok Hiu. Credit: Harvard University.

Hiu ialah salah satu spesies hewan yang menduduki puncak dari rantai makanan di lautan. Keberadaan hiu sangat penting dalam menyeimbangkan ekosistem laut. Hiu berperan dalam menjaga jumlah ikan-ikan yang dimangsanya agar tidak overpopulasi dan berdampak buruk pada lingkungan. Hiu juga memiliki fungsi untuk menjaga populasi ikan tetap sehat dengan memakan ikan-ikan yang lemah dan sakit, sehingga kelangsungan hidup sekelompok ikan dapat tetap terjaga dengan hadirnya hiu.

Namun, semenjak tahun 2000-2010 kegiatan penangkapan hiu banyak dilakukan di banyak negara, terutama di negara-negara Asia. Hal tersebut terjadi akibat adanya kepercayaan bahwa sirip hiu punya berbagai manfaat dalam kesehatan. Hal tersebut masih dipercayai oleh sebagian orang Asia terutama oleh negara-negara seperti China, Taiwan, Hongkong, dan termasuk Indonesia. Akibatnya harga sirip hiu menjadi semakin mahal karena banyak dicari. Di sisi lain, akibat dari tingginya permintaan akan sirip hiu, banyak hiu diburu utuh atau hanya diambil siripnya yang mengakibatkan menurunnya populasi hiu.

Hasil tangkapan sirip hiu dengan jumlah yang mengkhawatirkan di Hong kong. Credit: Sharon Kwok. 

Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen. KP3K, Kementrian Kelautan dan Perikanan mencatat bahwa negara pengeksploitasi hiu terbesar di dunia ada di Indonesia, yaitu hampir mencapai 89 ribu ton/tahun yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, mulai dari Sibolga (Sumatera Utara), Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), sampai Kupang (NTT), sebagian besarnya dieksploitasi demi kebutuhan ekspor ke negara-negara di Asia, seperti Jepang, Hong Kong, dan Singapura. Padahal menjaga kelangsungan hidup ekosistem laut tercantum dalam tujuan ke-14 Sustainable development goals (SDGs) yakni “Life Below Water” atau “Ekosistem lautan” yang di mana salah satu sasarannya adalah menghentikan penangkapan ikan secara berlebihan dan menghentikan penangkapan ikan secara ilegal.

Pengeringan sirip hiu di Aceh untuk dijual selanjutnya. Credit: Junaidi Hanafiah.

Dalam mengatasi permasalahan tersebut pemerintah mengadopsi kebijakan Appendix II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Di antaranya adalah 

  1. Membolehkan penangkapan empat jenis spesies ikan hiu demi tujuan ekspor dengan mengikuti peraturan ketat;
  2. Ekspor ikan hiu dapat dilakukan jika memiliki surat izin dari otoritas manajemen;
  3. Manajemen otoritas hanya bisa memberikan izin jika ada rekomendasi ilmiah/persetujuan dari otoritas keilmuan (LIPI);
  4. Rekomendasi/persetujuan ilmiah hanya dapat diberikan jika penangkapan hiu dilakukan  berprinsip NDF (Non-Detrimental Finding), yakni kegiatan yang direncanakan agar kegiatan penangkapan tersebut tidak sampai menciptakan kepunahan.

Namun, langkah-langkah ini dinilai masih belum cukup, karena hanya berupa administratif tanpa adanya pengawasan.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu adanya upaya lanjutan yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, jika pemerintah tidak dapat diharapkan, maka masyarakat yang seharusnya bergerak. Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mengurangi atau menghentikan eksploitasi terhadap pemangsa lautan ini, seperti dengan mengajak keluarga dan kerabat untuk berhenti percaya dengan mitos-mitos yang menyesatkan, selektif dalam memilih produk-produk laut, dan mendorong pemerintah dalam melakukan fungsi pengawasan di lautan dan pelabuhan.

Poster penolakan terhadap segala jenis penjualan sirip hiu untuk konsumsi. Credit: Anju Sabu.

Referensi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline