Lihat ke Halaman Asli

Buah Semangka di Gaza

Diperbarui: 11 November 2023   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Mulanya sang ayah hendak keluar mengambil sepeda kesayangan anaknya, sepeda yang kumuh meski masih bisa dipakai anaknya untuk bermain-main. Hari itu adalah hari pertama perang kembali dimulai, dan nyata, seketika keluar rumah nyawanya tak terselamatkan oleh lemparan bom fosfor dari udara. Fatal bagi ayah dan sang anak.

Tidak ada sang paman diluar rumah, namun patut diduga pamannya itu sedang berada diluar rumah dan siap untuk berperang. Anak yang berumur 8 tahun itu menangis histeris, dilihatnya dengan nyata pemandangan ayahnya meninggal dunia.

“ayahh…,” suara Isacc, sang anak kecil itu memanggil-manggil ayahnya dalam bahasa Arab. Namun suaranya tersendak.

Kabut putih yang menyelimuti rumahnya bukan simbolisasi kebaikan sebagaimana dilihatnya dari film-film, ia bukan simbol malaikat, nampak kabut itu telah menerjang jiwanya dengan sangat tajam dan jahat. Beberapa menit kemudian, pamannya kembali sambil menggendong keponakannya dari luar rumah.

Lalu, di belakang rumah mayat ayahnya itu dikuburkan dengan sederhana. Kemudian sang anak kecil diberi makan semangka secukupnya, disembuyikan di sebuah Bunker bersama anak-anak yang telah lebih dewasa lainnya. Barulah selepas itu, pamannya keluar rumah melanjutkan perang.

Ini adalah satu kisah dari seribu satu macam riwayat kekejaman Israel di Palestina. Nestapa demikian sangat dirasakan oleh relawan yang datang, khususnya bagi yang menangani anak yatim-piatu yang ditinggal ibu dan ayahnya di medan perang.

Tentu para relawan itu menolong dengan penuh rasa kasih dan sabar, beberapa bayi tidak cukup mudah menyusu kecuali kepada ibu kandungnya sendiri. Pada mulanya sang bayi akan menangis dalam waktu yang cukup lama, lalu terdiam. Baru kemudian diberi susu sambung serta sepotong semangka dan lalu menangis lagi, begitu seterusnya hingga sang bayi rela meminum susu meski bukan dari ibu kandungnya sendiri.

Dalam pengamatan dan pengalaman pilu demikian, tidak jarang beberapa relawan memutuskan untuk mengadopsi anak dan membawanya ke negara masing-masing. Yang lain dirawat oleh relawan lainnya sebelum pemerintah Palestina mengambil alih nasib sang anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline