Keadilan Yang Dipertanyakan
Oleh: Pramudi Arsiwi
Belum lama ini sempat gencar pemberitaan tentang iring-iringan VVIP Presiden yang menimbulkan banyak protes dari warga, khususnya warga Cibubur. Berita itu pun menjadi perbincangan hangat di masyarakat dan juga para pengguna twitter.
Seorang tetangga Presiden di Cikeas yang juga sekaligus seorang wartawan, Hendra NS, mengeluhkan prosesi iring-iringan Presiden yang terkadang membuat macet jalan. Selain masalah kemacetan, wartawan ini juga mengeluhkan tindakan Pasukan Patroli Pengawal yang dinilai berlebihan.
Patroli Pengawal (Patwal) iring-iringan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disentil karena bersikap arogan dan kasar saat melakukan sterilisasi jalan. Petugas pembuka jalan untuk jalur VVIP itu pun diminta jangan terlalu berlebihan.
Hendra pun akhirnya menulis surat pembaca yang dimuat di Harian Kompas, Jumat 16 Juli 2010, dengan judul: Trauma oleh Patwal Presiden. Hendra mengeluhkan peristiwa traumatik oleh aparat Patroli dan Pengawalan (Patwal) iring-iringan Presiden yang berangkat dari Cikeas. Hendra meminta agar SBY tidak tinggal di Cikeas tapi di Istana saja agar tidak mengganggu.
Pada bagian akhir surat pembacanya, Hendra kemudian menulis; “......Pak SBY yang kami hormati, mohon pindah ke Istana Negara sebagai tempat kediaman resmi presiden. Betapa kami saban hari sengsara setiap Anda dan keluarga keluar dari rumah di Cikeas. Cibubur hanya lancar buat Presiden dan keluarga, tidak untuk kebanyakan warga.”.
Dalam Pasal 27 ayat (1), dijelaskan bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Yang pertama yaitu Hak untuk diperlakukan sama di dalam hukum dan pemerintahan. Dan yang kedua adalah Kewajiban yang sama dalam menjunjung hukum dan pemerintahan.
Berbicara hubungan antara kenyataan iring-iringan VVIP dengan pasal 27 ayat (1) tersebut, pasti akan memunculkan beberapa pertanyaan di pikiran kita. Apakah hak yang semestinya kita dapat itu sudah kita dapatkan atau sudah terealisasi di negara ini? Apakah kita sebagai warga negara Indonesia sudah diperlakukan sama di dalam hukum dan pemerintahan?
Keadilan di Indonesia saat ini sepertinya sudah tidak ada lagi. Hukum di negara ini ibarat sebuah pisau, ujungnya lancip tetapi atasnya tumpul. Hukum itu sangat tegas bagi masyarakat kalangan bawah atau yang tidak berduit, tapi bagi masyarakat golongan atas atau yang berduit, hukum itu seakan bisa dibeli dengan uang yang ia punya. Hal itu secara tidak langsung telah menyakiti hati rakyat. Jadi bukan merupakan sebuah kesalahan, apabila di kemudian hari banyak kalangan yang mempertanyakan keadilan di Indonesia, terutama dalam bidang hukum dan pemerintahan.
Oleh sebab itu, sebaiknya pemerintah segera berbenah, lebih mendengarkan jeritan rakyat indonesia khususnya kalangan bawah. Karena masyarakat kaum bawah sangat merindukan rasa keadilan di indonesia. Pemerintah juga diharap melakukan koreksi dan pembenahan yang sungguh-sungguh terhadap kebijakan-kebijakannya. Hentikan menyakiti hati rakyat. Bukan hanya sekedar menetralisir atau memperbaiki manajemen iring-iringan. Tapi mengoreksi total seluruh kebijakannya menyangkut kesejahteraan rakyat.
Penulis,
Pramudi Arsiwi
Mahasiswi S1 Teknik Industri
Fakultas Teknik UNDIP
Semarang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H