KOMITMEN PEMERINTAH TENTANG PEMBAGIAN
FUNGSI KAWASAN HUTAN, PERLU DIPERTANYAKAN ?
Artikel opini tulisan saya diharian Kompas, 15 Desember 2020 tentang Kontroversi Food Estate di Hutan Lindung mendapat tanggapan yang sangat serius dari KLHK melalui suratnya Kepala Biro Humas KLHK, 31 Desember 2020. Sebenarnya, saya cukup senang karena KLHK sangat responsif membalasnya, namun setelah dibaca dan dicermati tulisan tersebut ternyata sifatnya normatif (hanya meringkas dari Peraturan Menteri LHK no. 24/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate) tanpa menjawab ensensi yang dipersoalan secara tuntas.
Polemik tentang hal ini, bisa saja berkepanjangan,- namun saya mencoba memdudukkan persoalan ini dalam porsi yang sebenarnya supaya lebih jernih (clean and clear), apa yang sebenarnya terjadi.
Pembagian Fungsi Kawasan Hutan
Undang undang (UU) tentang kehutanan no.41/1999, pasal 6 menjelaskan bahwa hutan mempunyai 3 (tiga) fungsi yakni fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Pemerintah menetapkan fungsi pokok hutan sebagai hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.
Dalam penjelasannya ayat (2): yang dimaksud dengan fungsi pokok hutan adalah fungsi utama yang diembani oleh suatu hutan. Jadi jelas bahwa meskipun pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional, namun tetap berpedoman pada azas tidak mengurangi fungsi pokok kawasan hutan yang diembaninya.
Sebut saja hutan lindung, pemanfaatan hutan lindung dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.Ketiga bentuk atau jenis pemanfaatan hutan lindung tersebut haruslah tetap berpegang pada fungsi pokok kawasan hutan yang diembaninya.
Buktinya dalam penjelasannya pasal 26 ayat (1) ditegaskan bahwa pemanfaatan kawasan pada hutan lindung adalah segala bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak mengurangi fungsi utama kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya, pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan lindung adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi utama kawasan.
Pesan yang ditulis dalam penjelasan UU 41/1999 jelas dan tidak perlu ditafsirkan kembali yaitu tidak mengurangi fungsi utama kawasan, tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi fungsi utamanya, tidak merusak fungsi utamanya.
Untuk pemanfaatan kawasan hutan konservasi yaitu kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kecuali pada cagar alam, zona inti dan zona rimba taman nasional tidak diperbolehkan/diizinkan.