Lihat ke Halaman Asli

Pramono Dwi Susetyo

Pensiunan Rimbawan

Perhutanan Sosial dalam UU Cipta Kerja

Diperbarui: 13 Oktober 2020   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PERHUTANAN SOSIAL DALAM UU CIPTA KERJA

Kegiatan Perhutanan Sosial (PS) yang selama ini digadang-gadang sebagai salah satu kegiatan pemerintahan presiden Joko Widodo pada era pemerintahan (2014-2019) yang membangun dari pinggiran.  

Sebagai bagian dari program Reforma Agraria dibidang kehutanan selain TORA (tanah obyek reforma agraria) yang dipersiapkan untuk proses alokasi dan konsolidasi, penguasaan, dan penggunaan lahan, di hutan. 

Dalam praktiknya, lahan hutan untuk  PS akan dibuat secara per klaster dan dikelola oleh kelompok masyarakat terutama untuk diberdayakan di bidang pangan. 

Lahan perhutanan sosial digunakan melalui hak akses/izin/kemitraan pengelolaan hutan. Sedangkan penggunaan lahan perhutanan sosial tidak boleh merusak ekosistem hutan dan penebangan kayu hanya dibolehkan di hutan produksi.

Kegiatan yang sifatnya sangat baik ini, terus dilanjutkan pada pemerintahan kedua (2019-20240 karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang bermukim diwilayah pinggiran khususnya didalam dan disekitar hutan. Bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) , kegiatan  PS mempunyai banyak makna strategis . 

Diantaranya adalah kegiatan PS  ini, memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang bermukim  didalam dan disekitar hutan. Menurut Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK apabila target kegiatan  PS ini tercapai 12,7 hektar, maka akan mampu melibatkan tiga juta Kepala Keluarga (KK) atau 12 juta orang yang artinya membantu mengurangi angka kemiskinan. 

Namun demikian, progres hingga akhir masa pemerintahan tahap pertama, baru 4,2 juta ha untuk 870.746 kepala keluarga (KK). Jika satu KK melibatkan 4-5 orang, maka terdapat 4-5 juta orang yang terlibat dalam kegiatan PS ini.

Meski kegiatan PS ini telah berjalan selama lima tahun, namun nampaknya cukup banyak masalah yang dihadapi dilapangan baik dari aspek kualitas, kuantitas maupun aspek regulasi dan administratifnya.  

Dari aspek regulasi, kegiatan PS ini sangat lemah karena hanya dipayungi oleh peraturan menteri LHK no. 83/2016 tentang perhutanan sosial. Sama halnya dengan hutan restorasi ekosistem yang hanya dipayungi oleh peraturan menteri kehutanan no. 159 tahun 2004. 

Dalam undang-undang no. 41/1999 tentang kehutanan, secara  tersurat tidak diketemukan istilah perhutanan sosial, hanya dalam penjelasan pasal 5 ayat (1) disebut salah satu kegiatan PS yaitu hutan kemasyarakatan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline