HIDUPAN LIAR
Dalam peraturan pemerintah (PP) no. 28/2011 , tentang penyelenggaraan kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA), pasal 13 menyebutkan bahwa penyelenggaraan KSA dan KPA meliputi kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan dan evaluasi kesesuaian fungsi. Sedangkan pengawetan dilakukan melalui kegiatan pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa beserta habitatnya, penetapan koridor hidupan liar, pemulihan ekosistem dan penutupan kawasan.
Penetapan koridor hidupan liar dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan antara manusia dan hidupan liar serta memudahkan hidupan liar bergerak sesuai daerah jelajahnya dari satu kawasan ke kawasan lain. Pengelolaan koridor hidupan liar dilakukan secara bersama oleh para unit pengelola kawasan atau para pihak pemangku kawasan/wilayah yang dihubungkan oleh koridor hidupan liar.
Penetapan koridor hidupan liar pada wilayah bukan kawasan hutan ditetapkan secara bersama oleh kepala unit pengelola kawasan dengan kepala satuan kerja perangkat daerah setempat. Penetapan koridor hidupan liar pada kawasan hutan ditetapkan secara bersama oleh para kepala unit pengelola kawasan yang dihubungkan oleh koridor hidupan liar. Yang dimaksud "hidupan liar" adalah wildlife atau satwa liar yang
hidup diluar KSA dan KPA.
Kasus hidupan liar yang berkonflik dengan manusia belakangan ini sering terjadi di Indonesia. Harimau sebagai satwa karnivora banyak diberitakan oleh media telivisi nasional menyerang manusia.
Proses rantai makanan, yang biasanya diisi oleh satwa juga seperti rusa, kerbau liar, babi hutan dan sejenisnya, sekarang berganti menjadi manusia yang masuk dalam rantai makanan satwa liar. Kenapa demikian ? Ketersediaan makanan bagi satwa liar makin hari makin berkurang bahkan menipis akibat dari rusaknya habitat ekosistem pendukungnya atau akibat makanan satwa liar, habis karena terlanjur diburu oleh manusia.
Kasus harimau memangsa harimau di Lahat, Sumatera Selatan, harimau yang muncul di komplek perminyakan PT. Caltex/Chevron di Riau, harmau yang muncul dikebun dan pemukiman warga di Suamtera Utara, membuktikan adanya hipotesa itu. Kasus anak orangutan yang mati atau terlantar dikebun-kebun sawit besar di Kalimantan akibat terdesaknya habitat makanan yang tersedia juga bukti yang tidak terbatahkan.
Kementerian LHK sebenarnya telah mengalokasi kawasan hutan untuk melindungi satwa liar seperti harimau ini, yakni kawasan hutan pelestarian alam berupa suaka margasatwa (SM) dan telah dilindungi oleh undang undang no. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati. Indonesia mempunyai 73 lokasi suaka margasatwa dengan total luas 5.422.922 ha.
Kriteria penetapan SM adalah tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa langka dan/atau hampir punah, memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi, tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau, luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa. Masalahnya adalah satwa liar sejenis harimau ataupun orangutan tidak bisa memilih untuk bermukim di SM, hutan lindung atau hutan produksi.
Dalam suatu kesempatan dialog di Metro TV beberapa waktu lalu, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK, mengatakan bahwa salah satu solusi menangani konfilk antara satwa liar dengan manusia adalah adanya penetapan koridor hidupan liar atau satwa liar.