Sudah saatnya kota Sampang putus hubungan dengan banjir. Pemerintah harus segera bertindak, membuat solusi jangka panjang. Di sisi lain masyarakat pun harus berubah, tidak sembarangan membuang sampah dan mendirikan bangunan di daerah resapan air. Semakin lama pemerintah tidak bertindak maka semakin banyak pula dampak kerugian yang akan ditimbulkan.
Dampak yang ditimbulkan dari banjir yaitu banyaknya masyarakat yang mengalami penyakit kulit, lingkungan sekitar menjadi kotor, banyaknya korban jiwa, pendapatan yang berkurang, hilangnya harta benda, dan rusaknya sarana prasarana. Apabila pemerintah tidak berindak secara tegas maka penduduk di kota Samapang akan terus berkurang tiap tahunnya dan itu semua akan berpengaruh terhadap masa depan kota Sampang itu sendiri.
Faktor-faktor yang menyebabkan kota Sampang sering mengalami banjir, yaitu curah hujan yang tinggi, penampang Sungai Kemuning tidak mampu menampung debit banjir, morfologi Sungai Kemuning yang berkelok-kelok, serta kurang tertatanya sistem drainasi. Sungai Kemuning mengalir di Kota Sampang dan hampir setiap tahun terjadi banjir di kota Sampang. Tercatat sudah beberapa kali kejadian banjir besar yaitu tahun 1921, tahun 1991, tahun 2002, dan tahun 2013.
Genangan yang terjadi pada saat banjir tahun 2002 diperkirakan antara 1,5 meter sampai 5,5 meter dengan luas areal genangan mencakup Desa Pasean (± 30 ha), Desa Dalpenang (± 6 ha), Desa Gunung Sekar (± 7 ha), Desa Rongtengah (± 4 ha), dan Desa Gunung Madah (± 27 ha). Dari data tinggi muka air di alat ukur duga muka air (AWLR) Pangelen di Desa Banyumas menunjukkan pada kondisi banjir terbesar tersebut tinggi muka air banjir mencapai 8,5 meter dengan debit banjir yang terjadi sekitar 542,12 m3/det.
Pada tahun 2013 terjadi bencana banjir akibat Sungai Kemuning sebanyak 23 kali dan satu kali diantaranya tergolong banjir besar. Meskipun intensitas, luas genangan dan korban jiwa yang diakibatkannya tidak sebesar dan tidak sebanyak banjir pada tahun 2002 namun banjir yang terjadi pada tanggal 8-9 April 2013 tersebut termasuk klasifikasi banjir besar dengan siklus 10 tahunan.
Berdasarkan pertimbangan teknis tersebut, maka diusulkan usaha-usaha yang dilakukan dalam rangka usaha pengendalian dan penanggulangan banjir di kota Sampang adalah:
- Untuk sungai Kemuning kita bisa menggunakan konsep menahan di hulu, melepas di hilir. Menahan di hulu dengan menggunakan embung/waduk dan pintu regulator yang juga berfungsi untuk tampungan memanjang (long storage). Melepas di hilir dengan menggunakan floodway/by pass channel(kanal banjir), sudetan, normalisasi, dan tanggul.
- Kita juga bisa mengunakan konsep “Pipi Monyet” yang telah berhasil dilakukan oleh negara Bangkok,Thailand. Pipi Monyet adalah sistem penampungan yang terdiri dari 21 wadah penampungan air hujan. Penampungan ini dapat menampung air hujan yang berlebih hingga 30 juta kubik. Lalu pada musim panas, air ini dapat digunakan untuk keperluan konsumsi warga, termasuk di antaranya air minum dan air keran.
- Melakukan reboisasi hutan dan penghijauan di banyak lokasi yang bisa dikembangkan untuk menjadi daerah resapan air (di daerah Omben).
- Membuat lubang resapan biopori (LRB) di setiap rumah dan di jalan-jalan tertentu yang rawan terkena banjir seperti jalan Mawar, jalan Melati, dan jalan Imam Bonjol.
Dengan kita memiliki niat yang cukup besar untuk mengubah kota Sampang bebas dari banjir dan kita ikut berpartisipasi serta melaksanakan program usulan yang telah diberikan, kita bisa menghindari dampak negatif yang telah ditimbulkan seperti, kerugian sosial, ekonomi, dan lingkungan yang disebabkan karena banjir, dan sekaligus kita bisa meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas hidup penduduknya apabila masalah banjir telah teratasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H