Haruki Murakami adalah salah satu penulis kontemporer popular dari Jepang. Karyanya dinikmati jutaan orang meskipun tidak sedikit juga yang menganggap tulisannya controversial.
Setelah menikmati Colorless Tsukuru, Norwegian Wood, dan trilogi 1Q84, saya membaca Kafka on The Shore dan ingin berbagi pengalaman dan perasaan campur aduk selama 3 minggu terakhir.
Novel dengan rating 4.14 di goodreads ini punya tempat sendiri di ruang hati saya.
Tentang Novel Kafka on the Shore
Sinopsis
Kafka on the Shore menceritakan perjalanan 2 tokoh utama, Kafka Tamura dan Nakata. Kafka Tamura adalah seorang remaja yang baru saja berusia 15 tahun dan kabur dari rumah karena ingin menghindar dari kutukan (ramalan buruk) dari ayahnya—sekaligus mencari ibu dan kakak perempuannya yang pergi sejak dia berusia 4 tahun. Di sisi lain, Nakata adalah seorang pria tua berusia 60-an tahun yang "bodoh" akibat insiden aneh di jaman perang 1946. Dia juga memutuskan untuk kabur dari Nakano—tempat tinggalnya—karena suatu masalah.
Kedua tokoh ini tidak pernah bertemu meskipun berada di wilayah yang sama, tapi mereka saling terhubung—seperti relasi sebab-akibat. Novel ini, seperti bagaimana karakter penulisan Haruki Murakami, disuguhkan dalam genre magic surrealism; dimana ada berbagai adegan fantasi seperti hujan ikan, hujan lintah, hingga jiwa yang keluar dari tubuh manusia yang masih hidup.
Intermezzo
Buku ini pertama kali terbit di tahun 2002 di Jepang, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 2005.
Saya membaca novel yang diterbitkan oleh Vintage International di tahun 2005. Buku ini ditulis dalam terjemahan bahasa Inggris. Sebenarnya, saya pikir novel ini punya terjemahan bahasa Indonesia dari penerbit KPG—seperti novel Haruki Murakami lainnya, tetapi ternyata tidak ada.
Waktu saya gooling, sempat ada terjemahan bahasa Indonesia dari penerbit Pustaka Alvabet di tahun 2008. Tapi, waktu saya jalan-jalan ke Periplus, saya lebih dulu melihat versi Vintage International punya, dan langsung membelinya.
Membaca dalam teks bahasa Inggris gak terlalu sulit buat saya, tapi entah mengapa, terjemahan dari naskah novel Haruki Murakami selalu enak dibaca dan sederhana dengan caranya sendiri. Entah karena tangan Philip Gabriel—penerjemah Kafka on the Shore—dengan jam terbang tinggi, atau penulisan asli dari Murakami sensei sendiri yang sudah enak dari sananya. Saya gak pandai bahasa Jepang, jadi gak capable untuk menilai.
Menurut Philip, tantangan terbesar saat menerjemahkan novel ini adalah menuliskan gaya bicara antara dua tokoh—Kafka dan Tamura—yang meskipun usianya berbeda, berbagi kondisi mental yang sama, yaitu belum sepenuhnya dewasa.