Lihat ke Halaman Asli

Ricky Pramaswara

Guru dan Aktivis

Guru Bukanlah Buruh!

Diperbarui: 1 Mei 2020   07:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian orang. Setiap tanggal 1 Mei, mereka selalu meramaikannya dengan seruan May Day. Tidak dapat dipungkiri, kini May Day sudah populer dibicarakan masyarakat, meskipun hanya sebagian kecil yang membicarakannya. Termasuk kita.

Saya dan Anda -pembaca tulisan ini- tentu sedang atau akan membicarakan May Day. Ya! Hanya membicarakan May Day. Di tengah situasi pandemi seperti ini, rasa-rasanya kecil kemungkinan masih ada orang-orang yang akan memperingati May Day dengan cara berkerumun dan menyampaikan argumentasinya secara langsung.

Salah satu hal yang ingin saya bicarakan dengan Anda yaitu tepatkah jika guru dikatakan sebagai buruh? Topik yang tidak serta merta ingin saya bicarakan. Pasalnya, saat sahur tadi saya melihat postingan status kontak whatsapp saya. Isinya berupa tangkapan layar yang bertuliskan teks ‘Selamat Hari Buruh Internasional! Guru adalah Buruh’ disertai dengan pesan status ‘#MayDay2020 🔥✊’

Seruan guru adalah buruh saya kira bukan hal baru yang disuarakan saat May Day. Saya sendiri telah mendengarnya sejak masih kuliah. Saat kuliah, saya sering mengikuti diskusi tentang May Day dan kaitannya dengan dunia pendidikan. Tentu keterkaitan dengan dunia pendidikan adalah hal yang mutlak dicari, terlebih kami berada di satu-satunya universitas yang menyandang nama Pendidikan pada nama lembaganya, begitu kiranya kata senior saya.

Penyematan buruh bagi guru dilandasi indikator kesejahteraan. Tidak dapat dipungkiri jika tingkat kesejahteraan guru -tentunya guru honorer dan swasta- tidak bedanya dengan tingkat kesejahteraan buruh. Pendapatan yang minim dan jam kerja yang menyita waktu menjadi alasan penyamarataan posisinya dengan buruh.

Seruan Guru adalah Buruh disematkan oleh sebagian masyarakat. Tetapi, apakah gurunya sendiri mau disebut sebagai buruh? Diperlakukan seperti buruh?

Menyematkan buruh pada guru berati mengiyakan bahwa bidang yang digeluti guru sama dengan bidang yang digeluti buruh. Artinya, bidang pendidikan sama saja dengan bidang bisnis. Kita mengiyakan bahwa pendidikan merupakan sektor jasa yang bisa diperjualbelikan, yang memiliki hubungan antara produsen dan konsumen, yang melumrahkan proses transaksi dan komersialisasi dunia pendidikan.

Penyematan buruh pada guru hanyalah usaha untuk melanggengkan dan melumrahkan bahwa pendidikan boleh diperjualbelikan; bahwa pendidikan sangat lumrah jika berbiaya mahal. Penyematan tersebut hanya membuat guru menerima bahwa mereka adalah kaum tertindas, yang bisa ditindas oleh pemerintah dan pemilik modal; yang dapat diperlakukan seenaknya dengan memberikan upah minim, memberikan potongan upah jika tidak masuk atau melanggar aturan, memberikan jam kerja yang melebihi batas bagi otak untuk berpikir, dan memberikan aturan birokrasi yang membuatnya kesulitan untuk merasakan seruan ‘Merdeka Belajar’

Maka, tanpa mengurangi rasa hormat dan tanpa maksud untuk mengerdilkan buruh, saya ingin mengatakan bahwa Guru bukanlah Buruh. Guru merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki peran penting bagi sebuah bangsa. Secara sederhana ia memiliki konsep untuk ‘digugu dan ditiru’, yang dalam proses bekerjanya ia perlu diberikan apresiasi lebih oleh pemerintah.

Guru bukanlah buruh! Ia adalah individu merdeka. Guru berhak menentukan dan mendapatkan kesejahteraannya. Tentu bukan dengan menunggu kesejahteraan itu datang, tetapi mesti dijemput. Apakah usaha satu orang guru akan berhasil mendapatkan kesejahteraannya? Tak adakah usaha kolektif yang bisa dilakukan oleh guru?

Guru bukanlah buruh! Ia adalah individu merdeka. Tidak ada proses transaksi dalam bidang yang digeluti guru. Tidak ada guru yang disepelekan oleh muridnya karena murid beranggapan bahwa ia telah membayar mahal dan berhak mendapatkan servis yang seimbang. Sebuah konsep pasar yang menitikberatkan kepuasan konsumen -murid- atas produsennya -guru-.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline