"Guru harus bahagia sebelum membahagiakan murid-muridnya."
Isu soal well being murid mencuat akhir-akhir ini di dunia pendidikan. Pergerakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menghapus dosa masa lalu pendidikan di negeri ini seperti perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi begitu terasa. Pemerintah benar-benar serius terkait hal ini. Upaya mengembalikan paradigma pendidikan kembali pada pakem sesuai dengan falsafah Ki Hadjar Dewantara terus dilakukan, yakni pendidikan yang berpihak kepada murid dan pendidikan yang mampu memanusiakan manusia dengan segala kekhasan beragam yang dimilikinya.
Langkah-langkah yang dilakukan tersebut sebagai bukti nyata untuk mewujudkan well being murid. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan well being murid? Well being murid adalah murid yang memiliki rasa bahagia, tingkat stres rendah, mampu mengelola emosi dengan baik, sehat secara fisik dan mental, serta memiliki kualitas hidup yang baik. Pada masa sekarang ini, guru dituntut untuk mewujudkan hal tersebut. Namun muncul pertanyaan ketika guru diberikan pressure untuk mewujudkan well being murid, apakah guru tersebut sudah memiliki well being yang mapan pula? Percuma rasanya jika well being guru tidak dalam kondisi yang baik namun dituntut mewujudkan well being murid yang baik. Perlu juga rasanya untuk memperhatikan beberapa hal berikut, utamanya dari sisi guru, sebelum guru tersebut menciptakan pembelajaran yang berpihak kepada murid yang mengupayakan well being murid.
Bagaimana Kebutuhan Primer Guru?
"Seyogyanya, kebutuhan primer guru sudah harus terpenuhi dengan laik sehingga guru dapat lebih fokus dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya."
Di dalam benak guru, tidak boleh ada lagi pertanyaan, "Wah besok saya dan keluarga makan apa ya?", "Bulan ini gajian tepat waktu tidak ya?". Sebaliknya, yang harus muncul adalah pertanyaan-pertanyaan pemantik terkait program pembelajaran yang akan diterapkan di kelas. Ketika pertanyaan-pertanyaan terkait kebutuhan primer yang belum terpenuhi masih muncul, artinya guru tidak akan dapat lebih fokus dalam menciptakan pembelajaran yang mengasyikkan dan bermakna bagi murid-murid ampuannya. Simpulannya, kesejahteraan guru perlu diperhatikan dengan serius.
Guru Membutuhkan Rasa Aman dan Nyaman
Isu-isu kekerasan kepada guru, dimana guru menjadi korban kekerasan yang parahnya dilakukan oleh muridnya sendiri menggambarkan bagaimana negeri ini darurat moral. Sistem pendidikan yang menjadi landasan atau pondasi pembangunan moral kini menjadi sorotan. Apakah sudah berjalan dengan baik ataukah belum. Terkadang guru merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam kondisi seperti ini. Guru merasa kebingungan dalam mengambil sebuah tindakan jika menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh murid. Mendiamkan salah, menindak pun butuh kehati-hatian. Rasa aman dan nyaman yang diharapkan tentunya adalah dengan adanya perlindungan bagi guru dari pemerintah.
Ruang Aktualisasi Diri, Pengembangan Diri, dan Apresiasi
Guru merupakan pembelajar sejati yang harus terus mengoptimalkan potensi dirinya. Tentunya hal ini dilakukan bukan hanya sekedar menjadi modal dalam mengajar dan mendidik di sekolah, namun lebih dari itu, seorang guru harus mampu menginspirasi murid-muridnya dengan hal-hal baik yang telah ia lakukan. Ruang aktualisasi diri dan pengembangan diri perlu dibuka seluas-luasnya dan pemerintah perlu lebih serius mengakomodir hal ini. Selain itu, apresiasi kepada guru perlu juga untuk terus ditingkatkan. Ketika guru diberikan ruang untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya, hal ini tentunya menjadi alasan seorang guru bahagia lahir dan batin, sehingga semangat untuk berkarya akan terus membara.