Lihat ke Halaman Asli

Syarif Hidayat

Pegiat Kebudayaan

Kebudayaan Sebagai Investasi Masa Depan

Diperbarui: 13 September 2019   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warga Langensari Kota Banjar Jabar, Mengenakan Pakaian Khas Jawa Tengah. | Dokpri

Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki visi 9 program prioritas pembangunan. Diantaranya yaitu, Budaya Juara. Esensi dari budaya juara tersebut bersifat universal, akan tetapi kita akan membahas budaya yang dimanisfestasikan kepada tata nilai perilaku, budi pekerti sosial masyarakat.

Termaktub pada visi misi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yaitu Jabar Juara Lahir Batin ini sangat relevan sekali dengan kondisi demografinya. Sebagai daerah yang memiliki keanekaragaman budaya, sangat layak untuk dijadikan daerah dengan sistem pembangunanya semua berbasis kebudayaan.

Kebijakan pembangunan seluruh kabupaten/kota di Jabar harus berdasarkan pada sistem tata nilai budaya Sunda yang memiliki karakter terbuka terhadap pendatang serta menjungjung tinggi perbedaan. Karena sebagai daerah yang sangat padat penduduknya, tentu mobilitas aktivitas masyarakat lebih majemuk, plural serta multikultural.

Karakteristik dari nilai budaya kabupaten/kota yaitu memiliki struktur sosial yang sangat melekat dengan budaya multikultural yang ramah terhadap pendatang serta hidup kolaboratif hingga menciptakan budaya khas yang dimiliki Jabar yakni budaya Silih Asah, Asih, Asuh, Silih Wangikeun, pikeun Gemah, Ripah, Repeh, Rapi, Lohjinawi. Falsafah inilah yang harus harus mengakar dan juga menjadi iklim budaya pada semua tingkat struktur sosial. Apabila nilai budaya tersebut sudah menjadi nafas bersama suluruh warga Jabar, itu akan mendukung terhadap tata kelola sistem kemasyarakatan yang lebih humanis.

Kemudian dalam rangka menjaga identitas kebudayaan Indonesia, pemerintah telah melahirkan Undang-undang No 05 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan Nasional. Undang-undang tersebut mengatur bagaimana kehidupan sosial masyarakat sebagai pencipta kebudayaan.

Dalam perundang-undangan tersebut ada esensi yang mencerminkan kebudayaan bangsa Indonesia itu tertuang dalam pasal (3), (4) yang menyatakan;

  • "Pemajuan kebudayaan berasaskan nilai toleransi, mengembangkan nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, rasa persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan citra bangsa, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.Untuk mewujudkan masyarakat madani, sejahtera dan melestarikan warisan budaya bangsa dan mempengaruhi perkembangan peradaban dunia".

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas dapat dijelaskan bahwa Indonesia merupakan negara majemuk, yang memiliki falsafah dan pedoman pada Pancasila dan UUD 1945 dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. 

Sebagai bangsa yang hidup atas dasar kemajemukan dan keberagaman serta perbedaan suku, ras, agama, etnis, budaya, bahasa sangat rentan dengan masalah antar kelompok. Konsep masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi ke dalam subsistem yang kurang lebih berdiri sendiri dalam mana masing-masing subsistem terikat kedalam ikatan-ikatan yang bersifat primodial. Artinya etnosentrisme masih menjadi nilai hidup yang dianut oleh setiap kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang sosial dan kebudayaanya tidak sama.

Contoh Kota Banjar Patroman, sebuah daerah yang terletak di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah memiliki budaya yang jarang dimiliki oleh daerah lain di Jabar yaitu budaya perbatasan. Masyarakat Kota Banjar ini memiliki filosofi hidup Somahna Bagja Di Buana. Nilai dari falsafah hidup itu mencerminkan jati diri identitas dari masyarakat Banjar sendiri. Seperti, saling menghormati, saling menghargai, saling berbagi, akar-akar sosialisme tumbuh di daerah perbatasan ini.
 
Tentu makna nilai Somahna Bagja Di Buana tersebut harus mengakar dan juga menjadi iklim kebudayaan pada semua struktur sosial. Apabila nilai budaya tersebut sudah menjadi nafas bersama suluruh warga Banjar, itu akan mendukung terhadap tata kelola sistem kemasyarakatan. Apalagi Budaya perbatasan ini merupakan hasil dari sebuah nilai kehidupan kedua daerah hingga terjadi akulturasi budaya Sunda dan Jawa. 

Terjadi dogma yang berkembang di masyarakat Jawa dan Sunda yakni adanya sebuah kesenjangan antara dua daerah tersebut. Dicontohkan dalam soal pernikahan. Secara kepercayaan yang mengakar pada sistem kemasyarakatan apabila orang Sunda dan Jawa menikah, maka hidup rumah tangganya Awet Rajet (tidak rukun-red). Akan tetapi, dogma tradisi lisan masyarakat mengenai budaya Sunda dan Jawa itu tidak terbukti di Banjar. Masyarakat Banjar lebih toleran, menerima keberagaman dan hidup berdampingan hingga tercipta budaya juara.

Untuk menciptakan nilai karakter tersebut, budaya perbatasan harus dikampanyekan dalam sebuah produk ekspresi nilai seni hingga menjadi daya tarik Jawa Barat khususnya Kota Banjar. Seperti festival budaya perbatasan yang mengangkat tradisi dan nilai filosofis hidup masyarakat kedua daerah yang dikolaborasikan hingga menjadi khas budaya Banjar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline