Lihat ke Halaman Asli

Kuching, Ternyata Asalnya Memang dari Kucing

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13360434032073372468

Teringat masa saya masih di sekolah dasar, ketika bersama teman-teman SD melihat-lihat peta Indonesia.

Saat itu pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan murid-murid diarahkan Pak Guru Tugiyo, guru saya kelas 5,  untuk melihat kota-kota di Indonesia di peta.

Wah betapa luasnya Indonesia dan tidak pernah terpikir bagaimana suasana dan keadaan di kota-kota nun jauh di beberapa pulau besar.

Gimana ya kota Ujung Pandang itu?...(waktu itu masih Ujung Pandang sebutannya…bukan Makassar). Atau gimana ya kota Ambon itu? “Jauh banget ya dari Jakarta” dalam hati ku.

Tapi seketika, setelah memperhatikan dimana kota Pontianak, kami tertawa bersama ketika satu rekan kami menunjukan sebuah kota bernama “Kuching”.

“Lucu namanya,…jangan-jangan di sana banyak kucing meongnya…hehehe ”seru anak-anak. Tapi, lanjut yang lain, kayaknya bukan di Indonesia deh" kata teman saya itu sambil menunjuk garis merah pemisah wilayah Kalimantan bagian utara. Ya,… di situ tertulis dua wilayah besar Malaysia sebagai Sarawak dan Sabah. Dua wilayah milik Malaysia...bukan Indonesia. Dan kota Kuching itu ada di Sarawak.

[caption id="attachment_185969" align="alignnone" width="500" caption="Kucing raksasa di tengah kota Kuching."][/caption] Tiga puluh tahun kemudian, tidak disangka-sangka, saya berkesempatan ke kota itu. Dan surprise-nya, rekan-rekan saya di sana menceritakan bahwa memang benar kata “Kuching” itu berasal dari binatang kucing. Dan terbukti ketika saya dijemput dari Bandara Kuching ke hotel, banyak sekali patung-patung berbentuk kucing. Yang terkenal adalah patung-patung yang ada di depan kantor Balaikota bagian selatan Kuching. Juga di area Chinatown dimana banyak dijumpai di pertigaan atau perempatan jalan.

(Kota Kuching ‘terbagi’ menjadi dua bagian: selatan dan utara, dimana bagian Selatan lebih banyak sebagai pusat perdagangan dan dihuni oleh mayoritas keturunan China. Sedangkan di Utara lebih banyak sebagai area Melayu dengan banyak pemukiman penduduk dan area wisata alam)

Yang jadi pertanyaan saya,…kenapa dinamakan ‘Kuching”? Konon menurut rekan saya, yang kebetulan mantan orang pariwisata lokal, nama tersebut diambil karena pada sekitar 200 tahun lalu banyak kucing di sana. Dan orang Inggris sebagai negara penjajah di sana yang menamakan daerah itu sebagai Kuching. Dulunya, area Sarawak, termasuk Kuching, adalah wilayah Sultan Brunei. Tapi  akhirnya dikelola oleh petualang Inggris James Brooke.

Kuching sendiri, menurut pandangan saya selama 4 hari berkunjung ke sana, adalah kota yang rapih, nyaman, dan infrastruktur yang cukup maju. Jauh dibandingan dengan kota-kota lain di wilayah Kalimantan. (orang Malaysia tidak menyebut "Kalimantan", tapi "Borneo").  Entah kenapa selalu kita tertinggal…walaupun kekayaan alam rasanya lebih banyak di daerah Timur dan Tengah Kalimantan.

Sangat jarang saya menjumpai polisi. Tapi warga di sana cukup tertib dalam berlalu lintas dan hampir tak pernah saya dengar suara klakson. Di Jakarta, tiap detik saya dengar suara klakson pada jam sibuk. Tapi,…ya maklum juga sih karena penduduknya cuma 1/10 nya Jakarta.

Berkendara di sana sama nyamannya dengan jika kita berkendara di jalan tol di luar kota. Jalan rata dan halus kayak pipinya Siti Nurhaliza. Sesekali ada juga macet, tapi tidak sehiruk pikuk penuh debu dan emosi seperti di pertigaan Slipi misalnya.

Begitulah laporan sangat sekilas dari kota meong….pus..pus..pus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline