Sebuah bus pariwisata yang membawa rombongan guru SD masuk ke dalam jurang di Rajapolah, Tasikmalaya. Acara yang seharusnya penuh kebahagiaan berakhir duka.
Mendengar berita ini, saya langsung teringat pengalaman saat membawa siswa SMP sekolah kami berwisata ke Pangandaran sepuluh tahun silam.
Setiap membawa rombongan siswa berwisata, saya selalu memilih duduk di bangku paling belakang, supaya bisa mengawasi para siswa.
Awalnya bus berjalan normal, namun setelah memasuki jalan tol, beberapa kali bus seperti keluar jalur. Maka saya memutuskan untuk pindah ke bangku depan, “Tumben mau duduk depan Miss", canda murid saya, yang saya tanggapi dengan senyuman saja.
Saya amati pak supir, dan astaga, ternyata tampak jelas dia mengantuk. Maka mulailah saya ajak si Bapak ngobrol. Segala hal kami obrolkan. Ternyata pak supir baru tiba dari Bandung tadi subuh, dan langsung bertugas mengantarkan kami dari Jakarta ke Pangandaran, karena supir yang seharusnya bertugas mendadak berhalangan.
Untungnya setiba di Rajapolah, kami berhenti cukup lama dan pak supir bisa istirahat, karena memang sejak awal sudah diagendakan untuk mengunjungi pengerajin di sana. Dan akhirnya menjelang malam bus memasuki Pangandaran dengan selamat.
Selain pengalaman pak supir yang mengantuk, ada lagi pengalaman lainnya, kali ini lebih seru, pak supir marah dan jadi ugal-ugalan di jalan.
Ceritanya kami membawa siswa kelas tujuh mengunjungi sebuah pabrik keju di Baros, Sukabumi. Jalanan menjelang lokasi pabrik ternyata menanjak dan cukup sempit. Saat itu pak supir sempat mengeluarkan kata-kata cukup kasar, protes dengan kondisi jalan. Kami diam saja, mungkin si Bapak lelah.
Ternyata kekesalannya dibawa sampai saat perjalanan pulang, cara mengendarainya ugal-ugalan. Kesal dengan kondisi jalan menuju pabrik masih terbawa.
Atau mungkin si Bapak sebenarnya ada masalah lain yang mengganggu pikiran sehingga hal seperti jalan yang kecil memicu ledakan emosinya. Apapun itu alasannya,tetap tidak bisa dijadikan pembenaran.
Beberapa kali kami tegur dengan baik-baik, tapi tetap saja ugal-ugalan. Padahal mengendarai di jalan tol. Akhirnya saya membuat keputusan dan berkata “Pak, kalau tidak bisa menyetir dengan tenang, turunkan saja kami di sini, biarlah kami turun di pinggir jalan, sambil mencari cara bagaimana untuk pulang. Daripada terjadi kecelakaan fatal di tol"
Ternyata kalimat tegas ini membuat pak supir berpikir dan mengendarai mobil tidak ugal-ugalan lagi. Malam hari kami tiba semua dengan selamat di sekolah.