Sangkuni Si Licik, Si Jahat, Si Penghasut...
Saat sebuah stasiun TV swasta memutar serial Mahabharata, banyak emak-emak makan malam lebih awal dan mencuci piring lebih cepat, supaya tidak ketinggalan memandang wajah rupawan para Pandawa.
Begitu cintanya emak-emak terhadap Pandawa, dan begitu bencinya terhadap Kurawa, terlebih Sangkuni si penghasut.
Sangkuni, paman Kurawa dari garis Ibu yang hobi utamanya menghasut Kurawa agar membenci Pandawa. Sangkuni yang penuh akal busuk untuk mencelakai Pandawa. Sangkuni yang sangat kejam dan jahat. Begitu Sangkuni muncul di layar kaca, bibir emak maju minimal 3 cm monyong mencibir.
Kejahatan Sangkuni ternyata bukan hanya dikenal di kalangan para emak, terbukti ada artikel di kompasiana berjudul "Ketika ada Sangkuni di Kantor", "Sangkuni atau Brutus-kah di Lingkar Kepresidenan Jokowi", dan masih banyak lagi tulisan yang membahasakan Sangkuni untuk orang yang suka menghasut.
Pokoknya, setiap mendengar kata Sangkuni auto jijik. Namun semalam, di saat sedang makan malam, tiba-tiba si bungsu bilang begini "Mama, kasian sekali ternyata si Sangkuni itu".
Biji melinjo hampir lompat ke tenggorokan, terlalu asamkah sayur asamnya sampe si bungsu mengigau di jam makan malam?
Rupanya dia cukup peka membaca tanda-tanda alam, buru-buru dia garis bawahi "Aku tidak bilang apa yang dia buat terhadap Pandawa benar lho ya, itu tetap salah. Tapi Mama mesti tahu kenapa dia sampai begitu."
Syahdan ada seorang putri dari kerajaan Gandhara bernama Gandhari yang diramal oleh seorang resi. Dikatakan oleh sang resi, Gandhari kelak akan menikah dan menjadi janda karena suami pertamanya akan mati.
Untuk mengatasi ramalan tersebut, Raja Gandhara menikahkan Gandhari dengan seekor kambing, lalu sehabis acara pernikahan, kambing tersebut disembelih. Keluarga kerajaan berharap dengan demikian lewat sudah bencana kematian suami pertama Gandhari.
Lalu suatu hari Gandhari dilamar oleh Drestarasta, putra mahkota dari kerajaan Hastinapura. Tentu lamaran ini diterima. Namun ternyata putra mahkota buta, meski terkejut dan mungkin juga kecewa, Gandhari menerima nasib, bahkan sebagai bukti kesetiaan Ia jalani hidup sebagai permaisuri dengan menutup matanya menggunakan kain.