Mudik, dalam KBBI diartikan berlayar/pergi ke hulu/udik, ke pedalaman. Demikian pula ketika seseorang pulang ke kampung halaman, disebut dengan mudik walau bisa saja kampung halamannya bukan di udik.
Sudah menjadi aturan tidak tertulis, saat mudik kita membawa berbagai macam barang, mulai dari buah tangan, pakaian, sampai barang-barang yang memang biasa kita pakai sebagai bagian dari rutinitas yang tidak boleh dilewati.
Ternyata tradisi memberikan oleh-oleh bukan hanya tradisi di Indonesia, negara lain juga mempunyai tradisi membawa oleh-oleh saat pulang ke daerah asalnya, antara lain masyarakat Jepang, mereka menyebutnya dengan Omiyage, membawa sesuatu untuk diberikan kepada yang lebih tua, kerabat, dan orang yang dihormati.
Tradisi ini konon diawali dari Zaman Edo. Ketika itu ada Kuil yang dikenal keramat bernama Ise Jingu, penduduk desa mengutus beberapa orang mewakili penduduk desa, menempuh perjalanan jauh untuk berdoa dan memohon berkah serta keselamatan untuk desanya di kuil ini.
Ketika kembali kedesanya, mereka membawa barang seperti batu, giok ataupun kertas bertulisan doa yang dianggap dapat membawa berkah keselamatan dan panen berlimpah untuk desanya.
Lama kelamaan, bukan hanya benda yang dianggap keramat yang dibawa pulang ke desa, para utusan desa juga membawa benda-benda khas yang dijajakan penduduk sekitar kuil untuk diberikan kepada tetua di desanya sebagai tanda hormat.
Membawa oleh-oleh ternyata bukan hanya dominasi masyarakat Asia, Bomber Persib Bandung, Wander Luiz asal Brazil, dua tahun lalu juga membawa oleh-oleh berupa jersey Persib untuk diberikan kepada keluarga dan teman-temannya di sana saat kembali ke Brazil.
Kalau mau diakui, membawa oleh-oleh menambah kerepotan kita si pelaku mudik. Mulai dari proses menyisihkan uang untuk membelinya, mencatat siapa saja yang mau diberikan, pencarian oleh-oleh yang sesuai, pengepakan, sampai membawanya dalam perjalanan. Semua itu tentu butuh usaha khusus.
Tapi mudik tanpa oleh-oleh? Wah, tidak mungkin. Memangnya kenapa tidak mungkin? Apa yang membuat oleh-oleh jadi keharusan?
Banyak alasannya, antara lain oleh-oleh sebagai tanda kita sayang, perhatian kepada yang diberikan. Kita ingin yang menerima senang, apalagi jika oleh-oleh yang diberikan itu bermanfaat untuk yang menerimanya. Ketambahan lagi kalau oleh-oleh itu sesuatu yang "Wah", yang jadi buah bibir dan tatapan iri yang tidak kebagian.