Bagi sebagian besar orang tua, seks, porno, adalah sebuah kata yang dianggap tabu untuk diucapkan, apalagi di depan anak yang masih di bawah umur, begitu pula dengan seksualitas, bahkan organ seksual pantang disebut dengan nama sesungguhnya. Alih-alih menyebut payudara, para ibu membahasakannya "nenen" atau "mimik" kepada anak.
Di sisi lain, sudah sifat manusia, semakin dilarang semakin membuat penasaran. Terlebih lagi seiring pertumbuhan usia dan kematangan fungsi fisiologis membuat anak memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, ditambah dorongan seksual membuat anak mencari tahu dengan caranya sendiri.
Sejak anak dilahirkan, dia sudah memasuki proses pertumbuhan dan perkembangan seksualitas. dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, dalam bukunya yang berjudul "Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita" menjelaskan bahwa saat usia 0 - 12 bulan bayi sudah memasuki tahap oral, merasakan puas dan nikmat lewat mulut, yang berlanjut ke tahap anal ketika berusia 1 - 3 tahun, berlanjut ke tahap kanak-kanak, pubertas hingga terakhir tahap dewasa.
Ohh, jadi wajar ya ketertarikan anak pada seksualitas? Sampai tahap mana baru kita boleh cemas? Mari kita lihat sebentar data beberapa tahun lalu.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2017 melakukan survey pada anak-anak di 8 provinsi dengan hasil sebanyak 97 persen dari 1.600 anak kelas tiga sampai enam SD sudah terpapar pornografi. Pornografi, menurut Longman dictionary, pornografi adalah majalah, film, pertunjukan yang menampilkan gambar maupun oerbuatan yang ditujukan untuk membuat orang jadi bangkit dorongan seksualnya.
Berarti lima tahun lalu saja sudah 97 persen anak-anak SD, terpapar gambar ataupun film yang membangkitkan dorongan seksualnya. Masa itu belum ada Covid, yang artinya pembelajaran masih dilakukan secara tatap muka, penggunaan gawai belum seintensif hari ini. Tentunya hal ini menimbulkan kekhawatiran, ditambah lagi Sri Cahaya Khoironi, Tenaga ahli Pusat Penelitian Badan Litbang Sumber Daya Manusia Kominfo menyatakan bahwa untuk tahun 2020, mereka sudah menangani konten negatif sebanyak 1,3 juta konten dengan pornografi sebagai konten negatif tertinggi.
Usia SD sudah terpapar pornografi, sejauh apa bahaya yang timbul?
Mari kita lihat beberapa bahaya akibat terpapar pornografi
1. Gangguan kadar dopamine
Anak yang terpapar konten pornografi, jika tidak segera diberikan bimbingan akan sangat mungkin menjadi kecanduan terhadap pornografi, yang pada akhirnya mengganggu kadar dopamine dalam tubuhnya.