Anugerah Sang Maha Pencipta, potongan surga terhampar di bumi, dari ujung barat sampai ujung timur, alamnya begitu menakjubkan, corak budayanya yang menawan. Tak kan habis kata mengurai keindahan negeri ini, saya merasa sangat beruntung di lahirkan di sini, lewat tulisan ini saya mengajak masyarakat Indonesia untuk mengenal lebih jauh dan menanamkan cinta, inilah Pesona Indonesia!
Beberapa potongan surga itu, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat beserta pulau-pulau kecil yang mengitarinya. Letaknya di sebelah timur Pulau Bali, surga yang lebih dulu dikenal masyarakat dunia. Saya lahir dan dibesarkan di Pulau ini.
Saat jemari saya memuat tulisan ini, saya baru saja mendapat kabar yang cukup menggembirakan, Pulau Lombok dinobatkan sebagai pemenang World Halal Tour and Travel yang dihelat di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA) 19-21 Oktober 2015 untuk dua kategori sekaligus yakni; World’s best halal honeymoon destination dan World’s Best Halal Tourism Destination mengungguli negara-negara termasuk tuan rumah (UEA), Kirabi (Thailand), Antalya (Turki) dan Kuala Lumpur (Malaysia), prestasi ini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Lombok tetapi juga Indonesia.
Kali ini, saya akan bercerita tentang pulau kecil yang mengitari Pulau Lombok, yakni Gili Trawangan. Gili dalam bahasa setempat (baca: sasak) artinya pulau kecil, iya pulau ini luasnya sekitar 6 kilometer persegi. Terletak di barat laut Pulau Lombok, masuk wilayah Kabupaten Lombok Utara.
Tanggal 30 September sampai 03 Oktober kemarin, saya kedatangan tujuh orang sahabat saya juga perempuan pecinta traveling, dari Kota Balikpapan, Kalimantan Timur; Niega, Devi, kak Rosali, kak Natali, Mbak Ferial, Mbak Dhenok dan Mbak Tutiq “Tujuh bidadari”. Sebagai tuan rumah yang baik, pepatah “Tamu adalah Raja” harus dijunjung tinggi. Beruntung aktivitas di kantor tidak terlalu sibuk sehingga saya mengajukan izin, untuk mengikuti first trip mereka selama di Lombok.
Inilah cerita perjalanan hari kedua kami, di Gili Trawangan. Akses ke pulau ini tidak sulit, untuk menuju ke sana harus menggunakan boat, ada public boat dengan ongkos yang relatif murah “20ribuan” dan speed boat, agak merogoh kocek, 400ribuan, akan tetapi sangat murah jika patungan. Penyebrangan dilakukan melalui Teluk Nare, 4 kilometer sebelah utara Pantai Senggigi dan Pelabuhan Bangsal di Pamenang.
Setelah tubuh kami diguncang speedboat yang kami tumpangi ± 10 menit lamanya melintasi Gili Air dan Gili Meno, akhirnya kami menginjakkan kaki di Gili Trawangan, Welcome to my paradise !, pasir putihnya yang halus dan lembut diselingi riak-riak air di tepi pantai memberikan soft terapi bagi telapak kaki kami.
Meski tak jauh dari Lombok, berada di pulau ini mengingatkan saya pada Novel Gulliver’s Travels karangan Jonathan Swift, banyaknya wisatawan mancanegara serasa berada di suatu negeri antah barantah, bak pulau liliput. Iya, belakangan Gili Trawangan ramai dikunjungi wisatawan. Semakin bergairahnya industri wisata di Nusa Tenggara Barat, turut mengangkat pamor pulau mungil ini.
Sentuhan Tradisional nan dinamis
Tidak terlena dengan tingginya kunjungan wisatawan, alih-alih mendirikan resort permanen, masyarakat setempat dan pelaku wisata lebih memilih mendirikan penginapan dengan fasilitas yang semi permanen dengan sentuhan lokal. Maka, jangan heran ketika berada di Gili Trawangan, tidak seperti kawasan wisata pada umumnya yang dipenuhi hunian berbintang. Di sini lebih banyak dijumpai bungalow, yaitu tempat penginapan berukuran kecil, terbuat dari kayu atau bambu beratapkan alang, menyerupai lumbung padi arsitektur khas suku Sasak. Walaupun mengusung konsep tradisional, bungalow atau hunian disini sanggup membuat wisatawan ingin berlama-lama di sini.