Wajib belajar sembilan tahun rupanya belum dinikmati seluruh anak-anakdi Indonesia terutama mereka yang tinggal di pedalaman. Banyak sekali anak-anak di pelosok negeri ini yang belum merasakan bangku sekolahan yang telah dijanjikan pemerintah. Sampai anak-anak kotapun banyak yang berhenti sekolah karena keterbatasan biaya. Seperti di Yogyakarta, kota yang dijuluki dengan kota pelajar ini menjadi salahsatu kota yang jumlah siswa berhenti sekolah cukup tinggi. Bahkan Pemda DIY mengucurkan Rp 8 miliar dari APBD 2014 untuk menanggulangi risiko putus sekolah di DIY.
Sangat mengagetkan sekali ternyata kota seperti Yogyakarta memiliki banyak sekali anak-anak yang putus sekolah. Kita bisa melihat mereka di perempatan-perempatan di Jogja dan di sepanjang jalananan tempat makan. Banyak diantara mereka yang mengadahkan tangannya demi mendapatkan sebuah koin bernilai rupiah. Tak sedikit diantara mereka yang dipaksa oleh orang tuanya untuk meminta-minta.Tak jarang pula yang rela mengais rejeki karena merasa iba dengan keadaan orang tua mereka. Pernah suatu hari ketika saya sedang berada di depan minimarket dihampiri anak kecil sekitar umur delapan tahun atau kira-kira kelas 2 sekolah dasar meminta uang kepada saya. Diapun ahli dan terkesan handal dalam meminta uang dengan beralasan untuk makan siangnya bak seperti artis sedang memainkan adegan perannya. Karena saya tak tega melihat anak itu, sayapun memberikan sedikit uang untuk anak itu. Ada yang berbeda dengan anak ini. Rupanya dia memang tak lupa dengan ucapan terimakasihnya. Ya.... banyak sekali pengemis setelah mendapat bantuan tidak mengucapkan terimakasih. Namun tak sedikit juga pengemis seperti anak tadi yang mengucapkan terimakasih dan melontarkan doa keselamatan untuk para pemberi.
Berawal dari keprihatinan mengenai kependidikan di Indonesia terutama di Yogyakarta, saya dan teman-teman bertekad mengabdikan diri dalam sebuah gerakan mengajar terutama untuk anak pinggiran di kali code. Kami yang tergabung pada komunitas Sekolah Inspirasi dengan awalnya beranggotakan sepuluh orang dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta yang diketuai oleh Arih afra Inayah (PGSD semester 6 dari Purbalingga) bergerak membangkitkan semangat belajar anak-anak di pinggiran kali code, Keparakan Kidul, Yogyakarta. Melihat keadaan anak-anak yang sulit ditangani oleh sedikitnya penggerak pendidikan itu, Arih dkk mengadakan rekruitment relawan pengajar di Sekolah Inspirasi itu. Setelah pengurus terpenuhi, akhirnya komunitas tersebut berubah nama menjadi Sekolah Code Inspirasi (Sekoci). Sudah hampir 1 tahun mereka mengabdikan diri untuk mendidik anak-anak di bantaran sungai code itu. Keadaan anak-anak yang rata-rata sangat perlu mendapat bimbingan dan pantauan dari orang dewasa itu selalu bersemangat tiap kali bimbingan belajar gratis ini diadakan. Bimbingan diadakan setiap hari senin, selasa, dan kamis pukul 4 sore. Para pendidik muda itu mengajarkan kepada anak-anak seperti berhitung, mengerjakan tugas rumah, bermain edukasi, mengaji, dan masih banyak lagi. Bertempat di gedung Karangtaruna Garuda Muda Keparakan Kidul dengan 2 lantai itu mereka bergembira ria meraih masa depan anak-anak. Kini Sekoci sudah memiliki murid sekitar 25 anak dengan area belajar dilengkapi buku-buku bacaan anak dan 30 pengajar muda dari jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar UNY Kampus III. Program yang luarbiasa ini membutuhkan banyak bantuan dari para donatur yang berteguh hari mau membantu pendidikan anak-anak terutama di pinggiran kali code, Keparakan Kidul Yogyakarta. (Puji/Sekoci)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H