Di sebuah toko kecil, berjejer rak-rak kayu berisi berbagai macam kontener. Ada toples kaca berisi bumbu dapur, tupperware berisi kerupuk mentah dan keripik, sampai jerigen berisi sabun cuci.
Di kasir, penjaga toko sedang menimbang dan menghitung harga total kerupuk comet. Comet dimasukkan ke dalam misting atau tempat makanan yang dibawa pelanggan dari rumah.
Seperti itulah pemandangan yang bisa ditemukan ketika sedang berbelanja ke bulk store. Sesuai namanya, bulk store adalah toko yang menyediakan kebutuhan rumah tangga dari cairan pembersih hingga makanan dalam jumlah grosir (bulk).
Pembeli bisa menakar produk yang dibeli sesuai keinginan mereka. Harga ditentukan persatuan berat (gram) atau volume (liter).
Dilansir dari Zero Waste Indonesia, bulk store tidak memberikan kemasan atau kantong plastik secara cuma-cuma pada pembeli. Pembeli bisa membawa wadah mereka sendiri atau dipinjamkan oleh toko, yang nantinya bisa dikembalikan pada kunjungan selanjutnya.
Bulk store yang juga dikenal sebagai zero waste shop (toko nol sampah) kian menjamur di Tanah Air. Hal ini tentu tidak lepas dari tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dengan menerapkan hidup bebas sampah.
Tetapi, apa sih tepatnya yang menjadikan konsep bulk store begitu menarik di mata pemerhati lingkungan? Kenapa kita harus mendukung bertambahnya bulk store di Indonesia?
Sejarah Bulk Store dan Berkembangnya Gaya Hidup Zero Waste
Tren bulk store diprakarsai oleh Bulk Barn pada 1982 di Kanada. Bulk Barn mengenalkan cara berbelanja dengan mengambil produk secara langsung dari wadah dan kantong-kantong besar.
Pada 2000-an awal, gaya hidup zero waste naik daun dan membuat toko seperti Bulk Barn kian menjamur. Selanjutnya, bulk store mulai mengharuskan pembeli membawa wadah mereka sendiri. Gerakan ini dipimpin oleh waralaba Unpackaged dari London serta Negozio Leggero dan Effecorta dari Italia.